Arist Merdeka Sirait |
Tersangka MDM (42) diketahui telah
mencabuli kedua putrinya sejak tahun 2018 mengatakan kepada Arist Merdeka
Sirait melalui video call dari Polrestabes Medan yang difasilitasi Bana
jurnalis TVone bahwa dirinya sudah 4 kali memaksa kedua putrinya yang
berusia 12 dan 10 tahun untuk melakukan hubungan seks.
Dalam pengakuannya, pelaku
menuturkan terobsesi usai menonton film adegan panas. "Saya
melakukannya sejak tahun 2018 sebanyak 4 kali terhadap kedua putri saya di mana
aksi itu terjadi usai menonton film porno", ujarnya Rabu (29/07) di
Poltabes Medan.
Terkait kasus Kejahatan seksual
ini, Ketua Lembaga Perlindungan anak (LPA) Sumatera Utara Munir
Ritonga, SH, MH mengutuk keras perbuatan MDM yang mencabuli 2 anak kandungnya.
Lebih jauh Munir Ritonga mengatakan
bersama dengan Komnas Perlindungan Anak meminta pihak Polretabes Medan agar
memberikan ganjaran setimpal sesuai dengan peraturan yang berlaku.
“Atas peristiwa hubungan sedarah
(incest) yang menjijikan ini membuktikan bahwa Kota Medan belum beranjak
dari zona merah Darurat Kejahatan Seksual Terhadap Anak yang tidak pernah
mendapatkan perhatian dari pemerintahan Kota bahkan pemerintahan Sumatera
Utara,” kata Aris Merdeka Sirait Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak
saat dimintai keterangan oleh sejumlah media di Medan selepas menghadiri
perayaan Hari Anak Nasional 2020 di Kecamatan STM Hilir, Desa Sidomuncul,
Kabupaten Deli Serdang yang diselenggarakan LPA Deliserdang bersama Muspika
Kecamatan STM Hilir.
Kejahatan seksual incest adalah
bagian dari dampak lingkungan yang tidak peduli dan tidak aman dan nyaman bagi
anak-anak.
Oleh karenanya Komnas
Perlindungan Anak dan LPA Propinsi Sumatera Utara mendorong agar pemerintah
kota Medan mengambil langkah-langkah strategis, cepat dan konkrit serta
berkesinambungan untuk memutus mata rantai kejahatan seksual pada anak di kota
Medan dan secara khusus di di Sumatera Utara agar anak-anak di kita Medan dan
sekitarnya terhindar dari ancaman predator dan monster kejahatan seksual
terhadap anak.
“Walikota dan organisasi
perangkat kota Medan tidak boleh diam dan cuek terhadap derita anak dan
keterbatasan masyarakatnya untuk melindungi anaknya. Sebab kondisi
kota Medan sebagai zona merah kejahatan seksual tidak terlepas dari serangan pandemi
Covid 19 yang memunculkan masalah sosial baru dan angka kekerasan,” tambah
Arist.
Menurut Arist, apa yang terjadi
terhadap dua bocah malang ini adalah pukulan berat dan bagian dari kurang
maksimalnya perhatian pemerintah tentang pemenuhan hak-hak dasar anak.
Oleh sebab itu, mengingat kejahatan
seksual yang dilakukan HMH merupakan kejahatan luar biasa (extraordinaty crime)
dan dilakukan oleh orangtua kandungnya yang seyogianya menjadi garda terdepan
melindungi anak, Komnas Perlindungan Anak meminta kepada Polrestabes
Medan untuk menjerat pelaku dengan ketentuan UU RI Nomor : 17 Tahun 2016
tentang penerapan Perpu Nomor 01 Tahun 2016 tentang perubahan ke 2 atas
perubahan kedua undang-undang Nomor : 23 Tahun 2002 tentang perlindungan
anak junto Undang-undang Nomor : 23 Tahun 2002 yentang Perlindungan Anak yang
telah diubah menjadi UU RI Nomor : 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
dengan ancaman minimal pidana penjara 10 tahun dan maksimal 20 tahun.
Mengingat pelaku adalah orang tua
kandung korban maka hukuman terhadap pelaku dapat ditambahkan sepertiga dari
pidana pokoknya sehingga pelaku dapat terancam hukuman seumur
hidup.
Munir menambahkan, untuk memberikan
dampingan pemulihan psikologi bagi korban, Komnas Perlindungan Anak
bersama LPA Sumatera Utara, para pegiat dan penggerak Peksos
perlindungan anak yang berbasis di Medan akan segera membentuk Tim Rehabilitasi
Sosial Anak (TRSA) sebagai upaya untuk memberikan pemulihan psikologis bagi
korban.
“Atas peristiwa ini Komnas
Perlindungan Anak mendesak pemerintahan Kota Medan untuk memberikan atensi dan
perhatian serius terhadap keberadaan kota Medan sebagai Kota Zona Merah Darurat
kejahatan seksual,” ujar Arist.
Kata Arist lagi, tidak ada alasan
bagi pemerintahan Kota Medan untuk tidak menggerakkan peran serta masyarakat
untuk bersama-sama, bahu-membahu membangun gerakan Perlindungan Anak
terpadu berbasis desa kota dan kelurahan.
“Kita mendesak Wakil Rakyat untuk
sungguh-sungguh mengalokasikan anggaran program perlindungan anak dan
menjalankan fungsi kontrolnya agar upaya-upaya dan langkah-langkah strategis
memutus mata rantai kekerasan terhadap anak dengan melibatkan peran serta
masyarakat dapat berjalan dengan baik di Kota Medan,” pungkasnya.(rel)