Arist Merdeka Sirait |
Menurut Arist, apapun kesalahan kedua anak tersebut bahwa tindakan oknum aparat TNI Angkatan Laut tersebut tidak dapat ditoleransi karena merupakan tindakan yang merendahkan harkat dan martabat manusia serta melanggar undang-undang dan tidak patut dilakukan aparatur negara.
Kata Arist, anak secara universal harus terbebas dari tidakan intimidasi, penyiksaan dan penganiyaan seperti pemukulan, tendangan bahkan mengikat kedua anak tersebut di Batang Sebuah pohon dengan hanya memakai celana dalam lalu kemudian dipertontonkan kepada publik hanya karena untuk mendapat pengakuan dari anak.
"Saya sampai berulang bahwa dalam perspektif perlindungan anak tindakan oknum TNI AL terhadap 2 anak tersebut adalah merupakan sebuah pelanggaran terhadap hak anak-anak yang sangat serius,” kata Arist ,Kamis (21/5).
Oleh karena itu, Komnas Perlindungan Anak sebagai lembaga ekssekutor dari pekumpulan dari lembaga-lembaga perlindungan anak yang diberi tugas untuk memberikan pembelaan dan perlindungan anak di Indonesia, mendesak Danpomal TNI Angkatan Laut Kendari untuk segera menindaklanjuti laporan orangtua korban (STPL Nomor 01/V/2020) yang diterima Letda Laut (PM) NRP 22579/P tertanggal 15 Mei 2020.
Lebih jauh Arist menjelaskan, setelah mempelajari kronologis yang diceritakan dan ditulis oleh orangtua korban sebagai prasyarat bukti laporan korban kepada Polres Kendari, Polda Sulawesi Tenggara demikian juga kepada Danpomal TNI AL Kendari, berdasar kan Konvensi International PBB tentang hak anak, UU RI Nomor : 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor : 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak serta UU RI Nomor : 11 Tahun 2012 tentang Sistim Peradilan Pidana Anak (SPPA) dan UU RI Nomor : 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang mengatur larangan semua orang termasuk aparat penegak hukum untuk tidak melakukan penyiksaan dan penganiayaan kepada anak yang dituduhkan bersalah hanya untuk mendapat keterangan dan pengakuan dari tersangka khusus anak.
Dengan demikian tidak ada alasan bagi aparat negara dan penegak hukum untuk tidak memproses tindakan oknum TNI AL untuk dimintai pertanggungjawaban hukumnya. Bila di perlukan menangkap dan menahan oknum TNI Angkatan Laut tersebut jika terbukti melakukan kekerasan terhadap anak.
Arist menambahkan, memukul, menendang dan melakukan penyiksaan dan penganiayaan terhadap anak apalagi mengikat kedua korban ke Sebuah batang pohon dan disaksikan oleh masyarakat dan masyarakat mengabadikannya melalui ponsel merupakan perbuatan keji yang tidak bisa diterima akal sehat manusia apalagi dilakukan oleh oknum TNI yang sesungguhnya sebagai aparat penegak hukum melindungi anak bukan justru melakukan tindakan tidak terpuji dan melanggar hukum.
Karena itu, Komnas Perlindungan Anak tidak akan mentoleransi tindakan ini dan untuk segera membentuk Tim Litigasi Terpadu dengan melibatkan Lembaga Perlindungan Anak di Kendari dan para pegiat-pegiat perlindungan anak di Kendari.
Kerja Tim Litigasi Komnas Anak ini adalah salah satu bentuk memberikan perlindungan bagi kedua korban dari tindakan kekerasan penganiayaan yang dilakukan oknum TNI AL tersebut.
Apapun alasannya sekalipun anak melakukan tindak pidan bahwa anak mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan dari semua pihak termasuk dari kekeradan dan penyiksaan serta penganiayaan.
Untuk menindaklanjuti laporan yang disampaikan orangtua korban kepada Polres Kendari, Polda Sulawesi Tenggara dan Danpomal TNI Angkatan Laut Kendari dan kepada Komnas Perlindungan Anak, Komnas Anak sebutan lain dari Komnas Perlindungan anak segera melakukan koordinasi dan terhadap institusi penegak hukum tersebut.
"Kami percaya dan sangat yakin bahwa Polresta Kendari atas dukungan dari Polda Sulawesi Tenggara akan menindaklanjuti kasus kekerasan ini dan juga sangat yakin dan percaya bahwa dan Danpomal TNI Angkatan Laut akan segera juga menindak tegas oknum TNI Angkatan Laut tersebut,”tegas Arist.
Menurut keterangan orangtua korban bahwa kasus ini berawal pada Kamis tanggal 14 Mei 2020 sekitar pukul 05 WITA , saat itu, anaknya RMA (14) dijemput oleh tiga orang laki-laki yang mengaku anggota TNI Angkatan Laut salah satunya mengaku bernama Arnold .”Kepada saya sebagai orang tuanya mereka beralasan ingin mengambil kunci motor yang ada pada anak saya serta hendak membawa anak saya ke kantor Lanal untuk dimintai keterangan sehubungan tuduhan mencuri bensin dari motor oknum TNI AL tersebut,” katanya.
Setelah mendengar penjelasan oknum TNI AL tersebut dia mengizinkannya lalu sekitar pukul 12 WIT ,dia mendapat informasi bahwa anaknya ada di POM AL.
“Namun saya terkejut sekitar pukul 16.15 WITA saya melihat foto anak saya di HP istri saya yang dikirimkan melalui WhatsApp di mana anak saya terlihat difoto sudah babak belur dalam kondisi salah satu tangannya terikat dengan tali nilon warna biru di sebuah pohon dengan posisi hanya menggunskan celana dalam dipinggir jalan,” bebernya.
Setelah melihat foto tersebut lalu dia bersama istri langsung ke kantor POMAL untuk melihat langsung sang anak dan ternyata benar ,dia melihat langsung di kantor POMAL anaknya sudah dalam keadaan wajah lebam-lebam.
Kemudian keesokan harinya Jum'at 15 Mei 2020 sekitar pukul 09 WITA anaknya dikembalikan oleh POMAL.
“Ketika anak saya dirumah barulah saya bertanya siapa saja yang memukulinya. Anak saya mengaku bahwa yang memukuli dia dan temannya adalah satu orang anggota TNI dan satu orang masyarakat,” jelasnya pada Tim Ligasi Komnas Anak.(rel)