Gaikindo: Pemerintah Belum Setuju Pajak Kendaraan Dipangkas 50 Persen

armen
Rabu, 27 Mei 2020 - 20:40
kali dibaca




Hyundai Kona. (Foto: CNN Indonesia/Daniela)


Mediaapakabar.com-Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mengatakan pemerintah Joko Widodo belum menyetujui permintaan penurunan pajak kendaraan bermotor (PKB) untuk menstimulasi pasar pada masa pandemi corona (Covid-19).

Ketua Umum Gaikindo Yohannes Nangoi menjelaskan pihaknya mengajukan pemangkasan PKB mulai 30 persen sampai 50 persen.

"Kami sudah sampaikan, tapi mungkin tidak dalam waktu dekat karena pemerintah juga sedang sibuk dengan wabah ini," kata Nangoi melalui sambungan telepon beberapa waktu lalu.
Ia menjelaskan relaksasi PKB bertujuan menurunkan harga jual kendaraan. Penurunan harga itu belum termasuk promo potongan harga yang digelar masing-masing produsen mobil.

"Anda bayangin misal jual mobil satu, terus pengurusan bea balik nama potongan, terus PKB potongan meski tahun depannya tetap bayar normal STNK. Nah itu kan juga pemasukan buat negara," ucap dia.

Lebih lanjut, ia menyatakan dalam situasi seperti ini memahami pemerintah belum fokus pada permintaan anggota Gaikindo. Sebab pemerintah sedang berkutat dengan hal yang lebih penting, yaitu menekan kurva penularan virus corona.

"Saya juga belum tau kapan. Saya tidak bisa ganggu dulu karena mereka sedang sibuk sekali. Tapi nantinya juga akan ke sana, karena pemerintah dukung," ungkap dia.
Selain soal PKB, stimulus lain yang diharapkan Gaikindo yakni pengaturan ulang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ekspor kepada perusahaan untuk KITE (Kemudahan Impor Tujuan Ekspor). Selanjutnya diminta pula secara signifikan mengurangi proses restitusi pajak.

Ada juga permintaan penambahan waktu jatuh tempo dokumen form D untuk kebutuhan importasi dari 1-3 hari menjadi 2-3 pekan karena sebagian negara tengah menerapkan lockdown.

Selanjutnya permintaan soal relaksasi demurage atau biaya yang dipungut perusahaan pelayaran kepada importir bila belum menaikkan atau menurunkan kontainer ke kapal dalam waktu yang telah disepakati hingga satu bulan.

Kemudian permintaan soal penghapusan LarTas (larangan dan pembatasan).

Permintaan lain, tidak ada tarif penggunaan minimum PLN dan gas serta transaksi menggunakan rupiah bukan dolar Amerika Serikat. Selanjutnya memudahkan proses perpanjangan izin dan mengoptimalkan kapasitas produksi terpasang, serta meminta prinsipal untuk memindahkan pesanan.

"Jadi itu sudah kami sampaikan. Ya tinggal tunggu saja pemerintah prioritasnya seperti apa," ucap Nangoi.


Sumber :CNNIndonesia.com
Share:
Komentar

Berita Terkini