Berpotensi Bungkam Dunia Pers, PKS Desak RUU Cipta Kerja Disetop

armen
Sabtu, 23 Mei 2020 - 19:12
kali dibaca


Gedung DPR. ©2015 merdeka.com/muhammad luthfi rahman
Mediaapakabar.com-Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Netty Prasetiyani Heryawan meminta pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja dihentikan. Dia menilai RUU ini berpotensi mengekang kebebasan pers di Indonesia.

"Hentikan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja karena berpotensi membungkam dan menyulitkan dunia pers di tanah air," katanya kepada media, Sabtu (23/5) seperti dilansir merdeka.com

Menurut anggota Komisi IX DPR RI ini, RUU Omnibus Law Cipta Kerja mengandung upaya mengembalikan campur tangan pemerintah dalam kehidupan pers.

"Disebutkan dalam RUU ini adanya peraturan pemerintah tentang pengenaan sanksi administratif terhadap perusahaan media yang melanggar aturan terkait badan hukum pers, pencantuman alamat dan penanggung jawab secara terbuka," ujar dia.

Menurut Netty, adanya peraturan pemerintah tersebut seperti membuka pintu belakang yang bertentangan dengan semangat pengelolaan mandiri (self-regulatory) media yang terbebas dari intervensi pemerintah.

"Kita perlu mendorong pers yang kredibel dan bertanggung jawab, namun jangan sampai RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini mengembalikan pengalaman buruk di masa Orde Baru, di mana ada campur tangan Pemerintah yang besar terhadap pers,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui, pada masa Pemerintahan orde baru, Pemerintah melakukan kontrol terhadap pemberitaan media, mulai dari keharusan adanya Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP), pengendalian Dewan Pers, pengaturan organisasi wartawan hingga pembredelan.

"Langkah ini dapat menjadi kemunduran bagi kebebasan pers Indonesia," tambahnya.

Selain itu, kata Netty, dalam Undang-Undang Tentang Pers No 40 Th 1999, denda untuk perusahaan pers yang melanggar ketentuan soal kewajiban memperhatikan norma agama dan kesusilaan dalam pemberitaan, paling banyak Rp 500 juta, tetapi dalam draft RUU Cipta Kerja disebutkan sampai Rp 2 miliar.

"Pelanggaran memang perlu diberi sanksi sebagai cara pembelajaran. Namun, untuk apa dinaikkan sampai empat kali lipat? Hal ini akan sangat menyulitkan teman-teman pers. Bisa jadi tidak ada lagi yang berani menjalankan perusahaan pers kalau dendanya sebanyak itu," ujar Netty.

Netty juga berpendapat bahwa pers yang sehat, bebas dan bertanggung jawab adalah pilar demokrasi. Menurutnya, pers dapat menjadi alat kontrol sosial untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh pejabat publik.

"Fungsi ini akan berjalan dengan baik, jika pers independen dan memiliki keleluasaan. Jika ditakut-takuti dengan denda dan sanksi yang berat dan diawasi dengan peraturan pemerintah soal administrasi, tentu akan mempengaruhi keleluasaan pers dalam menjalankan fungsi kontrol sosial," pungkasnya.(dn)

Share:
Komentar

Berita Terkini