Anggaran Pengadaan Bantuan Sembako Pandemi Covid-19 Sumut Di 'Mark Up'

admin
Senin, 18 Mei 2020 - 00:53
kali dibaca

Mediaapakabar.com - Pengadaan dan penyaluran bantuan Sembako kepada warga dimasa pandemi wabah covid-19 dinilai praktisi hukum menjadi ajang 'mark up' dana anggaran. Buktinya, dari nilai harga sembako yang dianggarkan terdapat selisih sebesar Rp 11 ribu per paket.

Sembako tersebut ada 4 item terdiri dari beras 10 Kg dihargai Rp 104.000, gula 2 Kg dihargai Rp 36.000, minyak 2 Kg dihargai Rp 24.000 dan mie instan Rp 50.000 untuk 20 bungkus, totalnya masih Rp 214.000.

Sementara harga satu paket sembako yang disiapkan tim non medis GTPP covid-19 Sumut nilainya Rp 225.000 per paket. Dari situ saja selisih harganya sebesar Rp 11.000 per paket.

" Jadi Rp 11.000 dikali 1.321.426 KK ada selisih Rp 14.535.686.000," ujar Joni Sandri Ritonga dalam keterangan persnya di Medan, Minggu (17/05/20).

Praktisi Hukum Joni Sandri Ritonga berharap pengadaan paket sembako untuk warga Sumut yang terdampak covid-19 harus segera diusut tuntas. Tim non medis GTPP covid-19 selaku penyalur dan pengadaan bantuan tersebut harus dipanggil dan diperiksa.

" Dalam hal ini sudah terjadi pengadaannya (paket sembako). Artinya sudah terjadi perbuatan yang menyebabkan kerugian uang negara. Karena pengadaan sembako itu menggunakan uang negara," terangnya.

Menurut dia, terbongkarnya selisih jumlah anggaran pengadaan sembako senilai Rp 14,5 miliar di Sumatera Utara, harus segera diusut penegak hukum (Polri dan atau Kejaksaan).

Gubernur Sumut sebagai penanggungjawab GTPP Covid-19 Sumut harus mendukung proses pemeriksaan tersebut.

Adanya dugaan temuan selisih harga Rp 14.535.686.000 dari 4 item paket sembako yang diberikan kepada 1.321.426 Kepala Keluarga (KK) oleh tim non medis GTPP Covid-19 Sumut, dipimpin Kepala BPBD Riadil Lubis, bisa dikategorikan perbuatan melawan hukum dalam tindak pidana korupsi.

" Dalam konteks perbuatan melawan hukum dalam tindak pidana korupsi, ada tiga poin yang harus dipahami dan menjadi pedoman bagi penyelenggara negara," paparnya.

Pertama, penyalahgunaan anggaran. Dalam konteks pengadaan sembako ini diduga sudah terjadi penyalahgunaan anggaran, yaitu dengan temuan selisih harga Rp 14,5 miliar dari 4 item paket sembako yang akan diserahkan ke warga Sumut sebanyak 1.321.426 KK.

Kedua, penyalahgunaan wewenang. Riadil Lubis sebagai Ketua Tim non medis GTPP Covid-19 Sumut, seharusnya objektif menunjuk pengusaha sebagai rekanan pengadaan paket sembako itu. Artinya, Riadil jangan asal suka menunjuk rekanannya.

" Saya menduga ada kedekatan antara ketua tim non medis Covid-19 Sumut Ridial Lubis dengan pengusaha yang memasok paket sembakonya. Dan ketiga, yaitu penyalahgunaan jabatan," jelasnya.

Oleh karenanya, ia meminta penegak hukum mengusutnya. Dugaan itu sangat kental, karena pengusaha pemasok paket sembako tidak dipublis ke publik. " Siapa dan apa nama perusahaannya," ucapnya. 

Dari temuan selisih harga Rp 14,5 miliar, Joni Ritonga berharap penegak hukum segera melakukan penyelidikan dan penyidikan pengadaan sembako itu.

" Iya harus, agar tidak terulang lagi perbuatan yang sama," pungkasnya. (zih)


Share:
Komentar

Berita Terkini