Soal Revisi UU ASN, Kepala BKN: Mau Dibayar Pakai Apa Mereka?

armen
Sabtu, 04 April 2020 - 12:10
kali dibaca
Kepala BKN Bima Haria Wibisana menanggapi materi RUU Revisi UU ASN. Foto: Mesya/JPNN.com

Mediaapakabar.com-Kepala BKN (Badan Kepegawaian Negara) Bima Haria Wibisana menanggapi materi RUU Revisi UU ASN yang resmi disetujui rapat Paripurna DPR sebagai usul inisiatif dewan.

Pasal 131A RUU Revisi UU ASN ayat (1) Tenaga honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap non-PNS, pegawai pemerintah non-pegawai negeri, dan tenaga kontrak yang bekerja terus menerus dan diangkat berdasarkan surat keputusan yang dikeluarkan sampai dengan 15 Januari 2014, wajib diangkat menjadi PNS secara langsung dengan memperhatikan batasan usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90.

Bima mengatakan, beban negara akan berat bila semua honorer diangkat menjadi PNS.
PNS yang ada sekarang saja terutama tenaga administrasi mulai dikurangi jumlahnya dengan cara tidak merekrut pegawai baru untuk formasi sama.Artinya, setiap ada PNS tenaga administrasi yang pensiun, formasinya tidak diisi lagi.

"Berat juga kalau semua honorer minta diangkat menjadi PNS. Mau dibayar pakai apa mereka karena jumlah mereka ada jutaan orang," kata Bima menyikapi permintaan DPR untuk meningkatkan status honorer menjadi PNS, Sabtu (4/4).

Dia menyebutkan, sampai saat ini pemerintah fokus pada penyelesaian masalah honorer K2.Sebab, data-data honorer K2 sebanyak 439.590 (belum dikurangi yang lulus PNS dan PPPK) sudah masuk dalam data base.

Berbeda dengan honorer non K2 yang tidak diketahui jumlahnya dan asal usulnya dari mana. Dia mencontohkan jumlah guru honorer sangat banyak. Namanya pun macam-macam.

Bila semua didorong jadi PNS, negara akan kesulitan menyelesaikannya karena anggaran terbatas."Semua honorer berhak jadi aparatur sipil negara (ASN) baik PNS atau PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja). Namun, caranya ya lewat mekanisme sesuai perundangan yang berlaku. Kalau minta diangkat otomatis, ya enggak bisa. Semua harus lewat tes," tegasnya.

Dia menambahkan, regulasi pengangkatan PNS maupun PPPK adalah UU ASN serta turunannya. UU ASN mengamanatkan semua harus lewat tes.

Kalau kemudian ada desakan untuk merevisi, pemerintah menghargai upaya DPR RI. Namun, pemerintah juga punya sikap sendiri."Saya rasa antara pemerintah dengan legislatif sudah tahu posisinya masing-masing. Saya juga yakin, eksekutif legislatif akan saling menghargai sikap masing-masing," tandasnya.

Diberitakan sebelumnya, di RUU Revisi UU ASN, di antara Pasal 131 dan 132 UU ASN disisipkan 1 (satu) Pasal, yakni Pasal 131A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 131A
(1). Tenaga honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap non-PNS, pegawai pemerintah non-pegawai negeri, dan tenaga kontrak yang bekerja terus menerus dan diangkat berdasarkan surat keputusan yang dikeluarkan sampai dengan 15 Januari 2014, wajib diangkat menjadi PNS secara langsung dengan memperhatikan batasan usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90.

(2). Pengangkatan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya didasarkan pada seleksi administrasi berupa verifikasi dan validasi data surat keputusan pengangkatan.
(3). Pengangkatan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memprioritaskan mereka yang memiliki masa kerja paling lama serta bekerja pada bidang fungsional, administratif, dan pelayanan publik.

(4). Pengangkatan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan masa kerja, gaji, ijazah pendidikan terakhir, dan tunjangan yang diperoleh sebelumnya.

(5). Tenaga honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap non-PNS, pegawai pemerintah non-pegawai negeri, dan tenaga kontrak diangkat menjadi PNS oleh pemerintah pusat.

(6). Dalam hal tenaga honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap non-PNS, pegawai pemerintah non-pegawai negeri, dan tenaga kontrak, tidak bersedia diangkat menjadi PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka diangkat menjadi PPPK.
*Di antara Pasal 135 dan Pasal 136 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 135A yang berbunyi:

(1). Pengangkatan tenaga honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap non-PNS, pegawai pemerintah non-pegawai negeri, dan tenaga kontrak menjadi PNS sebagimana dimaksud dalam Pasal 131A ayat (1) dimulai 6 (enam) bulan dan paling lama 5 (lima) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan.

(2). Tenaga honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap non-PNS, pegawai pemerintah non-pegawai negeri, dan tenaga kontrak yang belum diangkat menjadi PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131A ayat (1) diberikan gaji paling sedikit sebesar upah minimum provinsi atau kabupaten/kota.

(3). Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Pemerintah tidak diperbolehkan melakukan pengadaan tenaga honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap non-PNS, pegawai pemerintah non-pegawai negeri, tenaga kontrak, atau pegawai dengan nama lainnnya. (jpnn)

Share:
Komentar

Berita Terkini