Foto: Reuters |
Pekan
lalu Rusia membuat keputusan yang mengejutkan dengan menolak permintaan
sekutunya OPEC (organisasi negara produsen minyak). Penolakan Rusia itu diambil
dengan tujuan menghantam minyak AS (shale oil) yang selama ini bertahan
dari harga yang tinggi.
Tujuan
Putin sebenarnya bukan untuk melawan Arab Saudi, melainkan merebut kembali
pangsa pasar dari AS. Rusia telah kehilangan gelarnya pada 2018 sebagai
produsen minyak terbesar di dunia.
"Ini
adalah respons untuk mencoba melumpuhkan industri shale oil AS,"
kata Matt Smith, direktur riset komoditas di perusahaan riset energi
ClipperData seperti dilansir dari CNN Business, Rabu (11/3/2020).
Harga minyak dunia jatuh pada Senin kemarin setelah Arab Saudi
mengatakan akan mengguyur pasokan minyak setelah permintaannya untuk menahan
produksi ditolak oleh Rusia. Minyak mentah AS anjlok 26%, ke level terendah
dalam empat tahun yakni US$ 31,13 per barel.
Minyak
mentah sekarang sangat murah, sehingga banyak perusahaan shale oil AS akan
terpaksa memangkas produksi. Kekhawatiran kebangkrutan sudah merayap melalui patch minyak.
Saham
perusahaan minyak besar seperti ExxonMobil (XOM) dan Chevron (CVX), yang bahkan
model bisnisnya dibangun untuk tahan terhadap minyak mentah murah,
masing-masing sahamnya anjlok 12%. Perusahaan-perusahaan eksplorasi dan
produksi musnah, seperti Pioneer Natural Resources (PXD) turun 37% dan
hutang-occidental Petroleum (OXY) kehilangan 52%.
Krisis energi 2014-2016 terancam akan terulang. Kejadian itu
membangkrutkan puluhan perusahaan minyak dan gas AS dan menyebabkan ratusan
ribu PHK. Meski industri akhirnya selamat, pengalaman itu terbukti sangat
menyakitkan.
"Rusia
melihat shale AS sangat rentan saat ini. Pandangan kami bahwa Rusia menargetkan
produsen shale AS yang sarat utang," kata Ryan Fitzmaurice, ahli strategi
energi di Rabobank.
Meski
begitu, Arab Saudi membalas serangan Rusia dengan menyatakan perang harga pada
akhir pekan kemarin. Saudi memangkas harga jual resmi April sebesar $ 6 menjadi
$ 8 dan berjanji untuk secara dramatis meningkatkan produksi, persis kebalikan
dari apa yang dibutuhkan.
Saudi Aramco bersumpah untuk memompa 12,3 juta barel per hari
pada April. Tidak hanya 27% di atas level saat ini, tetapi akan melebihi
kapasitas maksimum perusahaan hingga 300.000 barel. Dengan kata lain, Aramco
akan habis-habisan.
Selama
bertahun-tahun, Rusia telah bergabung dengan OPEC dalam memotong produksi untuk
meletakkan harga di bawah harga minyak. Namun setiap pemotongan produksi
memaksa Rusia untuk menyerahkan pangsa pasar ke industri energi Amerika yang
sedang booming - yang tentunya sangat memicu kemarahan para eksekutif minyak
Rusia.
Rosneft,
perusahaan minyak milik negara Rusia, menyebut aliansi OPEC memungkinkan shale oil AS
berkembang.