Su-35 dan Rafale Sama-Sama Tidak Jelas Bagi Indonesia

armen
Rabu, 05 Februari 2020 - 09:10
kali dibaca


rafale
Mediaapakabar.com-Ada dua jet tempur yang akhir-akhir ini disebut akan dibeli Indonesia . Pertama Su-35 yang sebenarnya adalah rencana lama tetapi seperti jalan ditempat. Kedua, yang sebenarnya mengejutkan adalah soal rencana pembelian 40 jet tempur Rafale buatan Dassault Perancis.

Sesungguhnya, kedua jet tempur itu sama-sama tidak jelas bagi Indonesia. Tidak jelas nasibnya dan tidak jelas kabarnya.
Rencana pembelian Su-35 sudah ada mungkin sekitar 3 tahun, tetapi tak kunjung ada hasilnya. Simpang siur berbagai hal yang menjadi penyebab lambatnya keputusan diambil dari ancaman sanksi Amerika Serikat hingga sistem pembelian imbal dagang yang sebenarnya Rusia tidak begitu setuju mengingat negara ini juga sedang membutuhkan dana segar.

Ketika Menteri Pertahanan Prabowo Subianto melawat ke Rusia beberapa waktu lalu dikabarkan soal nasib 11 Su-35 ini juga dibahas. Hasilnya? Tidak jelas karena hanya disebut sedang dalam proses. Sebuah istilah yang tiga tahun terakhir selalu diulang-ulang.
Ketika Prabowo saat ke Perancis tiba-tiba muncul kabar Indonesia ingin mengakuisi jet tempur Rafale. Tidak itu saja, kapal selam Kelas Scorpene pun juga dilirik. Ini benar-benar tidak jelas sumbernya dari mana. Asal muasal berita itu muncul dari sebuah media di Perancis yang ditanggapi secara besar-besaran oleh media di Indonesia. Prabowo hanya tertawa ketika ditanya soal itu.
Memang bukan hal yang mustahil Indonesia membeli Rafale. Jika itu terjadi paling mungkin adalah menggantikan rencana membeli Su-35 untuk menghindari sanksi dari Amerika. Indonesia memang mencari jet tempur berat dan keduanya ada di kelas itu.
Tetapi membeli 40 unit adalah angka yang mengejutkan yang pasti akan sangat mahal. Sebagai perbandingan saja India harus mengeluarkan dana lebih dari 7,8 miliar euro atau sekitar Rp118 triliun  untuk membeli 36 Rafale dari Dassault.  Ini setara dengan total anggaran pertahanan Indonesia. Meski tentu saja akan dibayar secara bertahap, tetap saja akan sangat menyedot anggaran pertahanan negara ini. Sementara untuk membeli 11 jet tempur Su-35 dengan nilai sekitar Rp15 triliun saja, Indonesia meminta imbal dagang.
Jadi sekali lagi, kabar soal Su-35 dan Rafale sebenarnya sama-sama tidak jelas. Satu hal yang pasti, Indonesia memang membutuhkan jet tempur baru mengingat masih kurangnya armada yang ada sekarang ini. Jet tempur berat juga dibutuhkan mengingat wilayah Indonesia yang luas akan membutuhkan platform dengan jangkauan yang jauh.
Rafale memang menjadi pilihan masuk akal ketika Su-35 gagal karena jet tempur berat seperti Eurofighter Typhoon ataupun F-15 jauh lebih mahal dan belum tentu juga Amerika mengizinkan Indonesia membeli F-15.
Su-35/Sputnik
Dalam hal performa, Su-35 tetap lebih unggul dibandingkan Rafale. Pesawat yang dirakit perusahaan penerbangan asal Rusia, Sukhoi ini bisa menjangkau 3.600 km dengan kecepatan penuh 2.25 Mach atau 2.390 km per jam serta mencapai ketinggian maksimal 59.100 kaki. Kemampuan ini tidak lepas karena didukung dua mesin kuat Saturnus Izdeliye 117  yang mengeluarkan daya dorong masing-masing 31.900 poun.
Sementara Rafale dengan bobot sekitar 9,5 ton didukung dua mesin Snecma 2 M88. Pesawat menggunakan canards untuk meningkatkan manuver yang sangat penting untuk pertempuran udara terutama jarak dekat atau dogfights.
Perpaduan badan yang 70 persennya terbuat dari material komposit yang ringan dan dorongan dua mesin turbofan M88-2 membuat Rafale memiliki kemampuan supercruise, yakni mampu melesat hingga kecepatan supersonik (1,87 Mach) tanpa afterburner.
Yang berbahaya adalah kemampuan Su-35 justru pada kecepatan rendah. Flanker-E memiliki tiga dimensi dorong vectoring dan kemampuan manuver luar biasa pada kecepatan rendah.
Salah satu keunggulan yang dimiliki Su-35 adalah terpasangnya radar Irbis-E yang bisa mengendus keberadaan Rafale atau 30 pesawat tak dikenal lainnya, dengan tembakan radar mencapai 120 derajat dalam jarak 400 km lebih.
Keberadaan sistem pencari dan pendeteksi infra-merah (IRST) memiliki jarak jangkau hingga 80 km. Peralatan ini membuat jet tempur ini dapat mendeteksi, memilih dan mengintai empat target di darat serta dua target bergerak.
Sedangkan dari segi avionik, Dassault mengklaim Rafale sebagai pesawat pertama buatan Eropa yang menggunakan perangkat radar pemindai elektronik aktif (AESA), yang mampu melacak banyak sasaran dan ancaman di sekitar pesawat secara simultan dalam kondisi segala cuaca dan tahan gangguan pengacak radar musuh.
Pesawat ini juga dilengkapi sistem peperangan elektronik SPECTRA, yang mampu mendeteksi berbagai jenis musuh dari jarak jauh sehingga memungkinkan pilot memilih metode pertahanan paling efektif. Sistem ini dijalankan berdasarkan basis data musuh, yang bisa ditentukan sendiri dan diperbarui sewaktu-waktu
Sama-sama canggih dan tangguh, tetapi tetap saja tidak jelas bagi Indonesia…(Jejaktapak)
Share:
Komentar

Berita Terkini