Machfud Md sebut Pemulangan WNI Eks ISIS Ngaco

armen
Kamis, 06 Februari 2020 - 08:32
kali dibaca




Menko Polhukam Prof Mahfud Md (Foto: Mohammad Wildan/20detik
Mediaapakabar.com-Sebagai pribadi, Prof Mahfud Md punya pendapat senada dengan sejumlah pihak yang keberatan dengan rencana pemulangan 660 orang warga negara Indonesia (WNI) mantan anggota Islamic State of Iraq and Suriah (ISIS). Tapi sebagai Menko bidang Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan dia masih harus mendengar pendapat para pejabat terkait tentang isu ini dan mengkajinya bersama.
"Kalau Anda tanya ke saya, Mahfud, saya enggak setuju dipulangkan. Itu ngaco!," kata Mahfud kepada Tim Blak-blakan di kantornya, Rabu (5/2/2020) siang.
Untuk memulangkan dan kembali ke masyarakat, dia melanjutkan, butuh waktu dan tahapan tertentu. Terhadap mereka yang pernah melanggar hukum harus menjalani proses hukum terlebih dahulu. Selama proses menjalani hukuman itulah dideradikalisasi, pembinaan, lalu diserahkan ke masyarakat.
Hanya saja Mahfud membayangkan, kelak ketika mereka sudah kembali ke masyarakat kemungkinan tak akan begitu saja diterima secara terbuka. "Mereka akan dihindari, disindir, dicibir, ya jadi teroris lagi. Jadi, ya biar saja di luar kalau (pendapat) saya ya," ujarnya.
Tapi sikap pribadinya itu tidak lantas akan serta-merta diikuti oleh para pejabat terkait. Dia akan mempersilahkan masing-masing pejabat untuk menyampaikan argumentasi baik-buruknya. "Saya ini demokratis orangnya, silahkan. Kami kaji bersama baik-buruknya."
Saat ini tim khusus yang dipimpin Kepala BNPT Komjen Suhardi Alius tengah mengkaji opsi kebijakan yang akan diambil, memulangkan atau tidak.
ebagai catatan, Indonesia memiliki UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Kewarganegaraan. Pasal 23 UU tersebut menyatakan bahwa WNI yang mengikrarkan diri untuk setia terhadap negara lain akan kehilangan kewarganegaraannya.
Selain wacana pemulangan WNI eks ISIS, dalam wawancara khusus selama lebih dari 30 menit itu Prof Mahfud Md juga merespons berbagai kritik aktivis terkait penegakan hukum dan pemberantasan korupsi yang dinilai melemah.
Ia juga menjelaskan secara garis besar ide di balik pembuatan Omnibus Law yang oleh pihak tertentu dicurigai hanya sebagai upaya mempermudah masuknya investasi dari China. Padahal faktanya investasi yang saat ini banyak ditawarkan justru datang dari Uni Emirat Arab dan Saudi Arabia.
Khusus terkait peta jalan penyelesaian kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM berat di masa lalu, Mahfud menawarkan konsep amputasi seperti dilakukan oleh pemerintah China dan negara-negara di Eropa Timur. Atau mengikuti jejak yang dilakukan oleh Nelson Mandela di Afrika Selatan.


Sumber : Detik.com
Share:
Komentar

Berita Terkini