Impor Produk Olahan dari Tiongkok Aman, Virus Corona tidak Tahan Panas dan Lembab
armen
Sabtu, 29 Februari 2020 - 21:37
kali dibaca
Mediaapakabar.com-Ketua Umum Gabungan Pengusaha
Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman mengatakan produk olahan
Tiongkok yang masuk ke Indonesia aman dari virus corona atau Covid-19. Menurut
Adhi, virus tidak bisa menyebar melalui produk karena akan mati dalam
perjalanan, cuaca panas maupun kelembaban.
"Aman.
Virus itu mati dalam proses panas, proses dingin dan dia (virus corona) tidak
tahan panas. Informasi yang saya dapat corona ini tidak tahan lembab. Indonesia
ini daerahnya panas dan lembab, sehingga seharusnya tidak terjadi penularan
itu," kata Adhi dalam diskusi "Mengukur Efek Korona, Siapkah
Kita?" di Jakarta, Sabtu (29/2).
Adhi
menambahkan bila pengiriman produk olahan menggunakan kontainer di kapal dari
Tiongkok, maka virus corona juga akan mati. Menurut Adhi, panas di kontainer
itu mencapai 45 derajat celcius sehingga virus corona tidak bisa hidup di sana.
"Kalau
lewat kontainer pun, suhunya 45 derajat sehingga virus tidak bisa hidup di
sana," katanya.
Ia
menuturkan, Indonesia memang banyak mengimpor produk makanan dan minuman dari
Tiongkok. "Namun sebenarnya virus tidak ada pengaruhnya terhadap
produksi," katanya. Adhi
menyebut, Indonesia mengimpor produk holtikultura dari Tiongkok sebesar USD 1,4
miliar per tahun. Kemudian, produk pangan olahan sekitar USD 850 juta pertahun.
Selain itu, ada juga beberapa produk lain yang diimpor dari Tiongkok.
Adhi
pun menilai tepat langkah pemerintah yang melarang impor hewan hidup dari
Tiongkok. "Kalau pemerintah hanya melarang (impor) hewan hidup, ini memang
tepat sekali," katanya.
Hanya
saja, Adhi mengatakan masalahnya sekarang adalah persoalan logistik dan
penutupan beberapa fasilitas pelabuhan dan transportasi di sana. "Yang
diantisipasi sekarang adalah persoalan logistik dan shipping," ungkapnya.
Ia mengaku mendapat laporan dari Cosco atau China Ocean
Shipping, yang merupakan shipping line terbesar di Tiongkok, pengiriman
mengalami penurunan sampai 20 persen karena beberapa pelabuhan ditutup dan
akibat dari libur panjang.
Akibatnya,
kata Adhi, pengiriman beberapa mesin dan sparepart dari Tiongkok ke Indonesia
mengalami penundaan sehingga berdampak pada proses produksi di tanah air. "Itu
berpengaruh terhadap proses produksi di sini, karena ada beberapa sparepart
yang dibutuhkan karena mesin rusak, sehingga terjadi penundaan produksi atau
hambatan produksi. Itu dampak langsungnya," ungkap Adhi.
Sisi
lain, Adhi melanjutkan, dampak tidak langsungnya adalah terhadap dunia
pariwisata yang tentu berdampak pula pada usaha makanan dan minuman. Wisatawan
Tiongkok, termasuk beberapa negara lain, juga tidak melakukan kunjungan ke
Indonesia. "Ini
pasti berpengaruh ke hotel, makanan, minuman. Ini harus diantisipasi
pemerintah," ujar dia.
Adhi
berharap pemerintah memberikan stimulus untuk mendorong bagaimana pengusaha
bisa bertahan di sirkulasi ekonomi lokal. "Karena kondisi dunia sekarang
tidak menentu," tegasnya.
Terlebih
lagi, kata Adhi, pagi tadi ada informasi bahwa Presiden Amerika Serikat Donald
Trump membatalkan KTT ASEAN di Las Vegas, AS, April 2020. "KTT ini menjadi
patokan negara ASEAN dan dunia," katanya.
Selain
itu, ujar dia, banyak pula pameran-pameran di luar negeri yang dibatalkan.
Misalnya, pameran makanan di Jepang. Pameran hotel di Singapura, serta lainnya.
Hal ini berdampak pada kerugian, yang tidak hanya dari sisi akomodasi, tetapi
peralatan, sewa, dan sebagainya.
"Potensi
peningkatan mendapatkan buyer baru juga ada hambatan," paparnya. Selain
impor, kata Adhi, dari sisi ekspor juga demikian. Beberapa pembeli dari
Tiongkok menunda permintaan pengiriman dari Indonesia. Namun, kata Adhi, pekan
lalu terdapat kabar gembira bahwa ada peluang meningkatkan ekspor. Karena di
Tiongkok sekarang ini, penjualan produk makanan olahan meningkat drastis.
"Karena
di sana ada imbauan tidak makan pangan segar, tidak masak di rumah, tidak dine
in di restoran. Jadi, pangan olahan diserbu dan banyak ibu-ibu rumah tangga
membeli pangan olahan untuk dimakan di rumah demi keamanan," katanya.
Selain
ke Tiongkok, lanjut dia, peluang mengekspor produk olahan ke Singapura juga
meningkat. Menurut dia, pangan olahan di pasar Singapura banyak kosong karena
banyak dibeli masyarakat untuk disimpan.
"Nah,
ini peluang tetapi namanya juga produk baru masuk ke negara lain, perizinan
harus diantisipasi karena lama. Yang jelas ada kesempatan untuk dimanfaatkan
bersama," katanya..(JPNN)