Alamak! Rohadi, PNS Tajir Melintir Bongkar Borok Pengadilan

armen
Jumat, 07 Februari 2020 - 20:07
kali dibaca


Rohadi (ari/detikcom)
Mediaapakabar.com-Borok pengadilan kerap menjadi hal lazim dan diperbincangkan di banyak kelompok masyarakat. Tapi bila yang buka-bukaan adalah PNS pengadilan sendiri, jarang terjadi. Salah satunya diceritakan oleh Rohadi.

Rohadi merupakan PNS Jakut dengan posisi terakhir panitera pengganti (PP). Meski jabatannya PP, kekayaannya melimpah ruah. Punya 19 mobil, dua rumah mewah, rumah sakit, hingga proyek real estate.Jejak korupsinya terbongkar saat ia ditangkap KPK pada Juni 2016. Rohadi terbukti menjadi makelar kasus (markus) untuk meloloskan Saipul Jamil. Akhirnya, Rohadi dihukum 7 tahun penjara dan pengacara Saipul Jamil, Berthanatalia, dihukum 2,5 tahun penjara.

Masuk LP Sukamiskin, ia tidak mau sendirian. Rohadi terus berkicau dia tidak beraksi seorang diri. Selama di dalam sel, Rohadi mencurahkan isi hatinya lewat e-book yang dibuatnya dengan judul 'Menguat Praktek Mafia Hukum di Balik Vonis (Kasus Pedangdut Saipul Jami). Catatan Kecil Rohadi dari LP Sukamiskin'. Dalam e-book itu, salah satunya diceritakan praktik korupsi di lembaganya."Ketika suatu perkara akhirnya sampai ke pengadilan, pihak terdakwa sudah disambut dengan permintaan 'uang ekstra' oleh bagian registrasi pengadilan," kata Rohadi mengawali tulisannya sebagaimana dikutip detikcom, Jumat (7/2/2020).

Setelah itu, pihak terdakwa kembali dihadapkan dengan masalah pemilihan majelis hakim. Dalam hal penentuan majelis hakim, pengacara yang sudah memiliki hubungan baik dengan kalangan hakim tinggal meminta hakim yang paling sesuai.

"Kemudian, ketika perkara sudah sampai pada putusan, tidak berarti tertutup kemungkinan untuk berkolusi dengan hakim. Negosiasi kali ini dilakukan untuk menentukan jumlah uang yang harus disediakan oleh pengacara atau terdakwa. Modus yang dilakukan sangat beragam, bisa melalui JPU, panitera, atau langsung dengan hakim," papar ayah 3 anak itu.

Ada sebuah cerita dalam penelitian ICW tersebut, bahwa di Medan, Sumatera Utara, pernah dikenal adanya 'pengadilan siluman'. Apa itu? Yakni sebuah sidang yang dibuka pukul 08.00 pagi, saat pengadilan masih sepi, dan tahu-tahu vonis sudah diketok. Berita acaranya pun langsung ditandatangani oleh hakim, jaksa, panitera, dan pengacara.

"Tidak hanya tanpa pengunjung, pada pengadilan macam ini bahkan terdakwa pun belum datang karena semua urusan sudah di-handle oleh sang pengacara," tutur Rohadi.

Rohadi berharap lembaga-lembaga peradilan, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Yudisial (KY), Komisi Pengawas Kejaksaan, hingga lembaga pengawasan hakim dan hukum yang ada di Mahkamah Agung (MA), serta Komisi III DPR yang memang membidangi masalah pengawasan hukum dan HAM, bisa lebih proaktif melakukan pengawasan, bahkan investigasi.

"Sebagai bagian dari subyek dan obyek 'sejarah hitam' peradilan di Indonesia, saya menulis buku ini sebagai bentuk penyesalan, pertaubatan, juga permohonan maaf saya kepada seluruh masyarakat Indonesia atas segala perilaku saya dalam dunia hukum-khususnya dalam kasus Saipul Jamil," pungkas Rohadi.

KPK sendiri terus memeriksa aliran uang yang diterima Rohadi dengan menerapkan UU Pencucian Uang. Sejumlah pejabat pengadilan telah diperiksa KPK. Namun hingga kini, KPK belum menunjukkan progres berarti dalam penyidikan kasus kedua Rohadi.



Sumber : Detik.com
Share:
Komentar

Berita Terkini