Kenaikan Iuran BPJS dan Harga Rokok Akan Menyulitkan Pengendalian Inflasi

Media Apakabar.com
Senin, 20 Januari 2020 - 15:26
kali dibaca
Pengamat Ekonomi, Gunawan Benjamin(abi)
Mediaapakabar.com-Tantangan berat pengendalian inflasi di Indonesia kembali terlihat, setelah kenaikan harga rokok dan iuran BPJS, Indonesia kembali direpotkan dengan kemungkinan kenaikan harga LPG yang wacananya digulirkan oleh pemerintah. Kebijakan ini nantinya akan membuat sejumlah wilayah di Indonesia tanpa terkecuali SUMUT akan semakin kesulitan dengan pengendalian inflasi.

Pengamat Ekonomi Sumatra Utara, Gunawan Benjamin menilai, sumbangan untuk kenaikan harga LPG nantinya, harga rokok dan kenaikan iuran BPJS, sangat potensial menyumbang inflasi nasional sebesar lebih kurang 0.5%-0.7%. Kalau suatu wilayah sudah terbebani dengan inflasi sebesar itu di tahun 2020. Maka sebenarnya, target inflasi sesuai dengan sasaran BI di rentang 3% plus minus 1%, akan lebih banyak wilayah yang akan merealisasikan inflasi di batas atas target BI, katanya kepada awak media di Medan, Senin (20/1/2020).

Ditambahkan, meskipun diperkirakan akan tetap berada dalam rentang sasaran. Namun, pemerintah harus lebih bekerja keras lagi untuk merealisasikan angka target di bawah 3%. Karena laju tekanan inflasi yang semakin kecil nantinya akan lebih bermanfaat dalam menjaga daya beli masyarakat. Disisi lain, penurunan harga BBM non subsidi yang turun belakangan, diyakini tidak memberikan dampak signifikan bagi deflasi. Kontribusinya di perkirakan masih di bawah 0.06%, ujar Gunawan.

Di tahun ini, lanjut Gunawan, ada banyak ketidakpastian yang bisa saja membuat sejumlah harga BBM maupun bahan pokok berpeluang mengalami kenaikan. Katakanlah harga energy dunia yang bergerak liar dengan kecenderungan menguat di tahun ini. Dimana, konflik AS dengan Iran bisa saja kembali menyulut kenaikan harga energy.

"Selanjutnya adalah intensitas hujan di wilayah pulau jawa yang terbilang sangat lebat juga berpeluang memicu kenaikan harga. Umumnya adalah kenaikan harga Beras dan bawang merah. Ditambah lagi kemungkinan buruk masalah dagang di negara lainnya," pungkas Gunawan.(abi)

Share:
Komentar

Berita Terkini