Jaksa dan Kuasa Hukum Terdakwa Kasus Korupsi Cekcok di Persidangan

Media Apakabar.com
Senin, 13 Januari 2020 - 23:19
kali dibaca

Mediaapakabar.com-Sidang perkara korupsi di ruang Cakra 5 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (13/1/2020) berlangsung sedikit 'panas'. Pasalnya jaksa dan kuasa hukum terdakwa kasus korupsi cekcok di persidangan dan di luar sidang.

Awalnya, usai Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Nias Selatan membacakan dakwaan atas terdakwa Piterson Zamili, ternyata turunan berkas perkara terdakwa belum diterima oleh terdakwa maupun kuasa hukumnya.

Hal ini langsung membuat kuasa hukum terdakwa Dr. Amiziduhu Mendrofa, mempertanyakan ke majelis hakim diketuai Sri Wahyuni Batubara. Ia merasa aneh dengan sikap jaksa tersebut.

Lantas ia meminta, hakim agar memerintahkan jaksa menyerahkan berkas turunan terdakwa tersebut. "Hingga saat ini majelis, bahwa kami belum ada menerima turunan berkas perkara dari terdakwa," katanya.

"Apa dasar kami menyusun eksepsi atas dakwaan jaksa, sementara turunan berkas perkaranya belum kami terima," sambungnya, mempertanyakan majelis hakim.

Hakim yang sudah siap menyidangkan kasus perkara korupsi pengerjaan proyek di Diknas Nias Selatan, yang diduga rugikan keuangan negara senilai Rp2,4 miliar, juga merasa heran. Karena itu, majelis hakim memerintahkan agar jaksa secepatnya menyiapkan berkas yang diminta pihak terdakwa. Sebab, berkas itu merupakan salah satu syarat untuk mengajukan eksepsi.

Di luar sidang, kuasa hukum terdakwa tetap ngotot meminta berkas tersebut. Mereka tampak berdebat alot. Hingga jaksa berjalan meninggalkan gedung PN Medan, kuasa hukum terdakwa terus mengejar jaksa, untuk menanyakan kepastian. "Mana berkasnya. Mau sampai kapan kami tunggu?," pintanya sambil berjalan mengikuti tim jaksa dari Kejari Nias Selatan.

Namun tetap saja, ditolak oleh jaksa. Jaksa berdalih, berkas itu akan diberikan setelah mereka berkordinasi terlebih dahulu dengan pimpinan.

"Padahal sudah sangat jelas bahwa ketentuan pasal 143 ayat 4 KUHAP telah menyatakan bahwa, turunan surat pelimpahan perkara beserta dakwaan disampaikan kepada tersangka atau kuasanya atau penasihat hukumnya dan penyidik," ujarnya meluapkan kekesalannya.

Semestinya, lanjutnya, pelimpahan perkara harus lengkap dengan surat dakwaan dan berkas perkaranya. Namun jaksa, terkesan teledor dan tidak profesional.

"Jadi dengan adanya penjelasan ini, sangat jelas bahwa jaksa penuntut umum sudah nyata-nyata tidak melaksanakan perintah ketentuan pasal 143 ayat 4 KUHAP dan penjelasannya, dan dianggap sebagai persoalan sepele oleh JPU, dan hal ini sesungguhnya telah mengingkari asas dan prinsip keseimbangan yang terkandung di dalam KUHAP," tegasnya.

Ia menduga, berkas turunan perkara kliennya tidak diberikan jaksa karena ada kejanggalan-kejanggalan. Salah satu yang menjadi dugaan kejanggalan itu, kliennya terkesan dihalangi untuk diberikan pendampingan hukum sedari awal berjalannya kasus korupsi itu.

Atas sikap jaksa tersebut, ia berencana akan melaporkannya ke jaksa bidang pengawasan. "Kita menilai jaksa sudah bersifat arogan. Karena itu akan kita laporkan ke jaksa bidang pengawasan di Kejati Sumut," tandasnya. (dian)
Share:
Komentar

Berita Terkini