Mediaapakabar.com-Indonesia sudah sejak lama dikenal sebagai negara produsen gas alam dunia. Salah satu cadangan terbesarnya, berada di perairan Natuna yang saat ini tengah berpolemik karena klaim China. Dikutip Kompas.com dari data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ( ESDM), Indonesia memiliki cadangan gas bumi mencapai 144,06 triliun kaki kubik (TCF), terdiri dari cadangan terbukti (P1) sebesar 101,22 TSCF dan cadangan potensial (P2) 42,84 TSCF.
Cadangan gas terbesar di
Indonesia berada di Natuna, tepatnya berada di Blok East Natuna 49,87 TCF.
Selanjutnya disusul Blok Masela di Maluku 16,73 TCF, dan Blok Indonesia
Deepwater Development (IDD) di Selat Makassar 2,66 TCF.
Besarnya kandungan gas alam di Natuna
tersebut, membuatnya disebut-sebut sebagai cadangan gas terbesar di Asia
Pasifik. East Natuna direncanakan baru bisa memproduksi gas pada tahun 2027.
Lamanya produksi karena belum ada teknologi yang mumpuni untuk menyedot gas di
kedalaman laut Nantuna. Masalah terberatnya, yakni kandungan gas CO2 yang
mencapai 72 persen, sehingga perlu teknologi khusus yang harganya juga mahal.,
Gas yang diproduksi dari East Natuna tak
dijual melalui pipa ke Singapura, namun diharapkan bisa disalurkan ke Jawa
lewat pipa yang tersambung dari Kalimantan Barat hingga Kalimantan Selatan dan
sampai ke Jawa Tengah. Wilayah kerja migas yang berlokasi di Kepulauan Natuna,
berjumlah 16 WK, terdiri dari 6 WK produksi, 10 WK eksplorasi di mana 3 diantaranya
dalam proses terminasi karena waktu kontraknya telah habis dan belum berhasil
memperoleh temuan migas.
Ke enam WK migas yang
telah berproduksi tersebut adalah South Natuna Sea Block B yang dioperatori
Conoco Phillips InC, Natuna Sea Block A yang dikelola Premier Oil Natuna Sea
B.V, Kakap oleh Star Energy (Kakap Ltd). Kemudian Udang Block yang dikelola TAC
Pertamina EP Pertahalahan Arnebrata Natuna. Dua lainnya adalah Sembilang yang
dioeprasi Mandiri Panca Usaha dan Northwest Natuna oleh Santos.
Eksplorasi sejak 1960-an
Haposan Napitupulu, mantan
Deputi Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas, menjabarkan kalau laut
Natuna memiliki cadangan minyak dan gas yang sangat besar. Salah satu blok
migas di Natuna yang cadangannya sangat besar lapangan gas Natuna D-Alpha dan
lapangan gas Dara yang kegiatan eksplorasinya telah dilakukan sejak akhir
1960-an. Ketika itu salah satu perusahaan migas Italia, Agip, melakukan survei
seismik laut yang ditindaklanjuti dengan melakukan 31 pengeboran eksplorasi.
Kegiatan in berhasil
menemukan cadangan migas terbesar sepanjang 130 tahun sejarah permigasan
Indonesia dengan cadangan gas 222 triliun kaki kubik (TCF) dan 310 juta bbl
minyak, dengan luas 25 x 15 km2 serta tebal batuan reservoir lebih dari 1.500
meter. Namun, sayangnya, hingga ditemukan pada 1973, lapangan gas D-Alpha ini
belum dapat dieksploitasi karena membutuhkan biaya yang tinggi disebabkan
kandungan gas CO2-nya yang mencapai 72 persen.
Pada 1980, pengelolaan
blok ini digantikan oleh Esso dan Pertamina. Esso kemudian bergabung dengan
Mobil Oil menjadi ExxonMobil dan telah menghabiskan biaya sekitar 400 juta
dollar AS untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan kajian pengembangan lapangan.
Namun, tetap saja lapangan gas ini belum berhasil dieksploitasi. Produksi gas
dari blok-blok produksi di Laut Natuna sebagian besar disalurkan ke Malaysia
dan Singapura. Kontraknya masih berlanjut sampai 2021-2022.
Jika telah selesai
pembangunan jalur pipa ke Batam, sebagian gas bumi berjumlah sekitar 40 juta
kaki kubik per hari akan disalurkan ke Pulau Batam yang akan dimanfaatkan
sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Gas bumi dari lapangan Belanak di
Indonesia disalurkan ke Lapangan Duyong, Malaysia, melalui jalur pipa laut
sepanjang 98 kilometer yang kemudian dipipakan ke Kertih di pantai timur
semenanjung untuk diolah di industri petrokimia.
Sumber : Kompas.com