Mantap! Menkes sebut Metode "Cuci Otak" DSA Bisa Diterapkan di RS

armen
Minggu, 29 Desember 2019 - 08:43
kali dibaca




Mediaapakabar.com- Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menyebutkan metode "cuci otak" atau yang lebih dikenal dengan digital subtraction angiography (DSA) sesuai dan bisa diterapkan di rumah sakit.


"Jelas pas untuk diterapkan. Kenapa tidak diterapkan? Surat menkes pun ada, bukan saya yang menulis loh, jadi artinya obyektif riset, sama dengan pelayanan yang lain terus dikembangkan. Bahkan itu menunjukkan bahwa empiris atau risetnya sudah jalan tinggal SOP dari rumah sakitnya saja," kata dia usai mengisi Seminar di RSUP Sanglah, Denpasar, Sabtu (28/12/2019).
Menurut gleneagles.com.sg, digital subtraction angiography adalah pemeriksaan yang memberikan gambar lumen (permukaan bagian dalam) pembuluh darah, termasuk arteri, vena dan serambi jantung. Gambar ini diperoleh dengan menggunakan mesin Sinar-X bantuan komputer yang rumit. Media kontras khusus, atau dye (cairan bening dengan kepadatan tinggi) biasanya disuntikkan agar persediaan darah ke kaki, jantung atau organ tubuh lainnya mudah dilihat. Teknik pemeriksaan ini pada umumnya digunakan untuk mendiagnosis berbagai penyakit pembuluh darah seperti aneurisme, pendarahan dan tumor.
Ia menjelaskan bahwa DSA di rumah sakit mana pun sudah dibuat. "SOP (standard operating procedure) itu ada di hospital bylaw (peraturan RS) yang ditentukan oleh kepala rumah sakit, dan sah itu kalau dikerjakan."
Ia mengatakan bahwa DSA adalah alat dan bentuknya berupa software, kemudian metode ini dapat disebut sebagai serangkaian diagnostik untuk menilai kondisi pembuluh darah sehingga dapat mengetahui penyakit dari pasien dan memberikan pengobatan yang tepat.
Selain itu, terkait dengan anggaran yang diperlukan dalam menerapkan metode "cuci otak", pihaknya menuturkan bahwa yang dibutuhkan saat ini adalah niat. Apabila niat atau keinginan sudah ada, maka anggaran bisa dicari, tambahnya.
"Yang dibutuhkan sekarang itu niat kalau niatnya ada anggaran bisa dicari, kalau enggak ada ya tidak ada gunanya, nanti jadi mangkrak, karena harus ada komitmen kalau mau ada alat, harus ada komitmen. Bahwa komitmen itu akan dipakai untuk masyarakat dengan useful," jelasnya.
Menkes pernah diberhentikan sementara sebagai anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada 2018 terkait metode terapi cuci otak menggunakan digital subtraction angiography (DSA). Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK) IDI menilai Terawan melanggar kode etik karena mengiklankan dirinya terkait metode cuci otak dengan DSA.
Ia menjelaskan untuk keberadaan BPJS di sini merupakan pelayanan dasar kesehatan. Untuk itu, pihaknya meminta untuk menyesuaikan dengan anggaran BPJS yang ada, apabila semuanya dimasukkan dalam BPJS akan meruntuhkan kemampuan rumah sakit tersebut.
"Kemampuan bayar masyarakat yang mampu itu besar sekali jadi jangan sampai orang yang mampu (secara finansial) ini justru terhalang melakukan sebuah terapi padahal punya kemampuan. Bisa lihat klaim rasionya, justru orang miskin disedot oleh orang yang tidak miskin, kan jadinya tidak ada gotong royong di sana," ucap Terawan.
Terkait dengan kesiapan RS dan tenaga pihaknya menilai sudah siap, dan saat ini yang dibutuhkan yaitu adanya rumah sakit baru di daerah yang harus ditumbuhkan agar akses pelayanan kesehatan terpenuhi sesuai dengan universal health coverage (UHC) yang menjadi cakupan akses pelayanan kesehatan.


Sumber: ANTARA

Share:
Komentar

Berita Terkini