Mediaapakabar.com-Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso menjelaskan polemik pemusnahan beras sebanyak 20 ribu ton milik Perum Bulog kepada awak media di Kantor Pusat Perum Bulog Jakarta., Selasa (3/12/2019).
"Disposal beras
20 ribu ton yang sudah dinyatakan rusak itu ada tahapannya, harus melalui
pemeriksaan laboratorium dan BPOM serta keputusannya ada di Kementerian
Pertanian. Tidak langsung dibuang, harus melihat tafsiran dari ketiga instansi
tersebut apakah masih bisa dijual dengan harga diturunkan atau dimanfaatkan
untuk hal lainnya," ujar Budi Waseso, Selasa (3/12) pagi kepada awak
media.
Beras yang mengalami penurunan kualitas tersebut bisa juga dirubah untuk
tepung terigu atau pakan ayam. Namun bila ketiga instansi ini menyatakan tidak
layak konsumsi manusia atau hewan maka masih bisa digunakan untuk bahan
pembuatan ethanol. Budi Waseso menegaskan beras disposal tidak
berarti selalu dibuang atau dimusnahkan.
"Selisih
harga misalkan dulu kita beli Rp 8.000 sekarang nilai Rp 5.000, maka Rp 3.000
selisihnya itu diganti pemerintah. Bukan berarti saya meminta-minta untuk
diganti, semua tergantung keputusan Menteri Keuangan, nanti diputuskan,"
tambah Budi Waseso.
Buwas
menjelaskan potensi disposal salah satunya disebabkan pada umumnya karena
program Rastra atau BPNT yang selama ini digulirkan Kementerian Sosial
memperbolehkan masyarakat penerima bantuan untuk memilih membeli beras dari
pasaran ataupun langsung dari Bulog.
"Untuk
itu, program pengganti BPNT menjadi kartu sembako kita siap menangani, ada 12
pilihan paket sembako dengan harga yang sama senilai Rp 150.000. Kami akan
menggunakan sistem pengiriman dengan e-commerce sehingga
sampai langsung di rumah. Tidak perlu datang ke warung, toko, atau mengantre.
Jadi sembako diantar ke rumah sesuai pilihannya," lanjut Buwas.
Ia
menyebutkan saat ini stok beras Perum Bulog pada awal Desember 2019 mencapai
2,1 juta ton dan dirasa cukup aman menunggu hingga masa panen yang mengalami
pergeseran pada April dan Mei 2020.
"Kapasitas
gudang kita yang 3 juta ton saat ini masih penuh dan operasi pasar yang kita
siapkan kuota 15.000 ton hanya terserap 4.000 ton. Selain itu stok beras di
Pasar Induk Beras Cipinang juga melimpah, dan harga beras di pasaran cukup
stabil dan tidak ada lonjakan," jelasnya.
Perihal
Bulog yang saat ini merugi, Buwas menyebutkan hal itu disebabkan karena bunga
komersial untuk pengadaan CBP. Apalagi saat ini peran Bulog 80% mengurus
CBP/PSO sedangkan untuk komersial hanya 20%. Keuntungan dari komersial
dikatakan Buwas belum mencukupi untuk menutup bunga komersial untuk pengadaan
beras CBP.
"Kita
masih menunggu keputusan pemerintah terkait penugasan CBP ini. Misalkan nanti
keputusan kementerian keuangan CBP itu Rp 2,5 Triliun setara 250 ribu ton. Maka
Bulog akan menyerap ke sana dengan harga pembelian pemerintah (HPP). Jadi dari
sisa kapasitas nya 2,75 juta ton kita mengikuti pasar dengan harga komersial.
Misalkan nanti pemerintah memerlukan tambahan stok CBP, bisa menggunakan stok
komersial, hanya tinggal mengganti selisih harga," tandas Buwas.
Sumber: Suara
Pembaruan