Kornas MP BPJS: Ini Cara Atasi Defisit Anggaran BPJS Kesehatan

Media Apakabar.com
Rabu, 06 November 2019 - 21:32
kali dibaca
ilustrasi
Mediaapakabar.com-Koordinator Nasional Masyarakat Peduli Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (KORNAS MP BPJS) Hery Susanto mengatakan, kenaikan iuran dinilai tidak bisa mengatasi defisit anggaran BPJS Kesehatan.

Kenaikan iuran tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Perpres itu mengatur kenaikan iuran BPJS Kesehatan kelas 3 menjadi Rp. 42.000/bulan, kelas 2 menjadi Rp. 110.000/bulan dan kelas 1 menjadi Rp. 160.000/bulan. Iuran baru BPJS kesehatan akan berlaku per Januari 2020.

Kata Hery Susanto, Perpres itu hanya bersifat tambal sulam untuk membayar utang BPJS Kesehatan atas klaim faskes dan rumah sakit yang mencapai hingga Rp 31 triliun.

"Perpres tersebut hanya bisa untuk sementara waktu atasi pembayaran hutang BPJS Kesehatan. Paling tidak hingga akhir Desember 2019 ini sebesar Rp 15 triliun dari iuran segmen penerima bantuan iuran (PBI) melalui APBN dan APBD. Selebihnya berharap dari efek kenaikan iuran peserta mandiri tiap kelasnya," kata Hery dalam siaran pers KORNAS MP BPJS yang diterima mediaapakabar.com, Rabu (6/11/2019).

Menurut Hery, masalah defisit BPJS kesehatan harus dilakukan secara holistik, tidak bisa tambal sulam. Kebijakan pemerintah saat ini masih tambal sulam guna mengatasi defisit anggaran. 

"Defisit itu terjadi karena desain JKN yang sudah keliru sejak awal pengelolaan JKN oleh BPJS Kesehatan," kata Hery.

Hery menjelaskan, langkah mengatasi defisit BPJS Kesehatan mestinya dilakukan dengan beberapa cara. Pertama,  pembenahan pola kebijakan distribusi kapitasi peserta BPJS kesehatan. 

Kedua, perbaikan pola pembayaran klaim BPJS kesehatan yang transparan dan akuntabel. 
Ketiga, perlu dilakukan data cleansing peserta PBI BPJS kesehatan yang merupakan warga miskin dibayar melalui APBN dan APBD. 

Keempat, hapus sistem kelas BPJS kesehatan. Cukup kelas standar saja, tidak ada kelas 1, 2 dan 3. Hal ini sesuai dengan prinsip keadilan. 

"Sikap warga saat ini nampaknya akan banyak gerakan turun kelas ke kelas 3. Bagi yang mampu, bagi yang tidak mampu ya akan menambah jumlah peserta menunggak saja," pungkasnya.

(ar)

Share:
Komentar

Berita Terkini