Hidupkan lagi Posisi Wakil Panglima Dinilai untuk Redam Friksi di TNI

Media Apakabar.com
Jumat, 08 November 2019 - 18:37
kali dibaca
Ilustrasi prajurit TNI. ( Foto: Antara )
Mediaapakabar.com-Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos menilai dihidupkannya kembali posisi Wakil Panglima merupakan cara Jokowi untuk meredam friksi yang terjadi di tubuh TNI. Bonar mengatakan, friksi di tubuh TNI berpotensi menjadi gejolak politik.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana menghidupkan kembali Posisi Wakil Panglima TNI yang dihapus saat era Presiden ke-4, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Jabatan Wakil Panglima TNI ini tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2019 tentang Susunan Organisasi Tentara Nasional Indonesia yang ditandatangani Jokowi pada 18 Oktober 2019 lalu.

"Ya memang ada pertimbangan politik tertentu oleh Jokowi untuk meredam gejolak politik dan friksi-friksi internal di kalangan TNI. Kalau tidak akan timbul kekecewaan, kemarahan di tubuh TNI dan akan menimbulkan persoalan khususnya gejolak politik.

Dan kita tahu bahwa gejolak-gejolak politik yang terjadi dalam dua tahun terakhir didorong oleh friksi-friksi di tubuh TNI," kata Bonar seusai diskusi "Kapolri Baru: Agenda Penanganan Ancaman Terhadap Negara Pancasila" di Jakarta, Kamis (7/11/2019) dilansir Suara Pembaruan.

Dikatakan, melihat tantangan pertahanan yang dihadapi Indonesia, posisi Wakil Panglima TNI tidak penting. Hal ini lantaran, Indonesia saat ini tidak menghadapi ancaman dari luar atau eksternal.

"Sebetulnya kalau kita mau jujur tidak terlalu signifikan. Apa sih kepentingannya ada wakil panglima. Apalagi dalam masa dunia semacam saat ini, dan Indonesia tidak menghadapi ancaman dari luar ancaman eksternal.

Tidak diperlukan juga ada posisi wakil panglima. Tantangan kita, kalau kita buat buku putih mengenai tantangan pertahanan dan keamanan Indonesia dalam 20 tahun ke depan semua dari internal. Dari dalam," katanya.

Namun, Bonar memahami keputusan Jokowi menghidupkan kembali posisi Wakil Panglima TNI. Dikatakan, pemerintah saat ini menghadapi persoalan menumpuknya perwira TNI mulai dari Kolonel hingga jenderal bintang tiga yang tidak memiliki jabatan atau nonjob.

Persoalan ini merupakan warisan dari pemerintahan Orde Baru yang menjalankan dwifungsi ABRI yang memungkinkan perwira TNI dapat menduduki jabatan publik seperti anggota Parlemen, kepala daerah, duta besar, kementerian hingga posisi-posisi puncak di perusahaan,

(ar)
Share:
Komentar

Berita Terkini