Beda Pilihan Pilkades,Hajatan Janda di Sragen Diboikot Tetangga

Media Apakabar.com
Jumat, 18 Oktober 2019 - 16:53
kali dibaca
Gara-gara beda pilihan saat Pilkades,hajatan pernikahan anak janda di Sragen diboikot, kosong tanpa tamu, tetangga tak mau hadir(instagram)

Mediaapakabar.com-Alamak, gara-gara beda pilkades, seorang janda di Sragen mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari tetangganya.Hal tak mengenakkan ini  terjadi di Dukuh Jetak, Desa Hadiluwih, Kecamatan Sumberlawang, Kabupaten Sragen, sekitar 37 kilometer utara Kota Solo.

Salah satu warga RT 13, bernama Suhartini (50) mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari para tetangga. Perlakuan tersebut dia terima gara-gara berbeda pilihan saat digelar acara pemilihan kepala desa (Pilkades) 26 September lalu.Kepada wartawan, Suhartini yang juga seorang janda tersebut menceritakan, saat ia akan menggelar hajatan mantu di rumahnya, banyak warga yang enggan untuk membantu.

Padahal ia termasuk orang yang entengan (suka membantu) jika ada warga lainnya yang juga punya hajatan. Kebiasaan warga di kampungnya selama ini adalah gotong royong dan saling bantu."Saya mau menikahkan anak perempuan saya, kok enggak ada yang datang. Padahal saya sering membantu warga yang juga punya gawe," ujarnya, Jumat (18/10/2019), dilansir merdeka.com.

Suhartini menduga, sikap warga tersebut disebabkan dia tidak memilih calon kepala desa yang kebanyakan menjadi pilihan warga sekitar rumahnya.

Sehingga sebagian warga tidak senang dengan pilihannya tersebut, meskipun calon yang ia pilih kalah.Sepekan sebelum acara hajatan dimulai, ia mendatangi Ketua RT untuk minta bantuan pembagian kerja.

Namun, Ketua RT justru memintanya untuk menemui ketua karangtaruna. Untuk pembagian kerja, bukan Ketua RT lagi yang mengatur."Setelah menemui karang Taruna, mereka juga mengelak, ya sudah saya pulang, daripada disuruh ke sana sini," katanya lagi.Ia kemudian meminta pertimbangan kepada sejumlah kerabat lainnya.

Menurutnya, biasanya untuk kegiatan hajatan di Desa, Ketua RT setempat yang menyelesaikan. Namun dengan sikap tersebut, ia merasa dipermainkan. Saat ada acara kumbokarnan (pembentukan panitia), misalnya, para tetangga juga tak banyak yang datang.

"Banyak yang bilang, di jalan warga diteriakin tidak boleh datang, ada yang melarang ke rumah saya. Saya tidak tahu masalahnya apa. Tapi ada yang bilang katanya Pilkades," imbuh Siti, anak sulung Suhartini.Siti menilai, selama ini ibunya selalu hidup bermasyarakat. Setiap ada hajatan pernikahan di Kampung, kata dia, selalu dihadiri ratusan warga.

Namun pada acara hajatan pernikahan di tempatnya tak banyak warga yang datang membantu, meskipun undangan telah disebar.Siti juga heran, setelah hajatan, pembagian nasi sebagai tanda terima kasih kepada warga juga banyak yang ditolak.

Meski ada sebagian yang menerima, namun ada warga yang meminta untuk dikembalikan."Meskipun tidak banyak yang membantu, hajatan kami yang digelar berjalan lancar, karena bantuan dari warga dari desa lain," katanya.
(ar)
Share:
Komentar

Berita Terkini