Ist |
Hal itu dikatakan Sekretaris Umum DPP PMS Indonesia Dr Bengkel Ginting MSi, Kamis (15/8), menanggapi Kementerian PUPR membatalkan pembangunan dua jalan layang atau jembatan di jalur Medan-Berastagi yang sebelumnya dijanjikan akan direalisasikan tahun 2020.
Bengkel Ginting mengatakan aspirasi yang disampaikan Ikatan Cendikiawan Karo (ICK), Pemkab Karo, DPRD Sumut dan elemen lainnya tidak terakomodir. Hal ini menggambarkan betapa lemahnya data base kementerian dalam memprioritaskan anggaran.
"Memang, mereka (Menteri PUPR) tidak pernah melihat secara langsung betapa parahnya kemacetan yang terpublikasi secara nasional dan penderitaan masyarakat," kesal Bengkel Ginting yang juga Dosen FISIP USU ini.
Menurutnya, jalan Medan-Berastagi sebagai sumber kemacetan sudah terlampau lama menjadi ajang proyek vested interest. "Saya amati sejak tahun 2000, struktur jalan peninggalan Belanda ini untuk mensuplai logistik dari daerah pegunungan, sering kontur badan jalan hanya dibuat dari cor beton," ungkapnya.
Saat musim hujan tiba, kontur yang dibuat dari cor beton tersebut tidak bertahan lama. Bahkan, Ginting mengatakan masa mantan Gubernur Sumut Gatot Pujonugroho baru dilakukan pelebaran badan jalan yang dimulai dari Sembahe hingga Tikungan Amoi, Bandarbaru, Kecamatan Sibolangit.
Sisi lain perolehan suara Jokowi-Amin di Kabupaten Karo, pada Pilpres 2019 mencapai 92%. Seharusnya, pemerintah pusat mengabulkan jalan layang atau jembatan di jalur Medan-Berastagi untuk direalisasikan tahun 2020.
Atas kebijakan Kementerian PUPR tersebut membuat image masyarakat Karo menjadi negatif. "Untuk itu Presiden Jokowi sangat perlu memutasi pejabat di lingkungan PUPR agar tidak terjadi kecemburuan. Harus ada perimbangan pembangunan infrastruktur menuju Danau Toba dan Karo. Kan sama-sama wilayah pariwisata," tuturnya.
Sementara itu, Ketua Umum DPP PMS Indonesia Mbelin Brahmana mengharapkan anggaran rencana pembangunan tersebut jangan dibatalkan. "Janganlah dibatalkan, jalan layang itu sangat penting sekali bagi masyarakat," pintanya.
Mbelin mengatakan jalan layang sudah lama dinanti-nantikan masyarakat Sumut. Sebab, jalan sekarang ini sudah tidak memadai lagi untuk menampung volume kendaraan yang melintas. "Bagaimana masyarakat yang sakit dibawa ke rumah sakit di Medan dan pedagang sayur mayur terjebak macet berjam-jam? Siapa yang disalahkan," ketusnya.
Ia juga cukup kecewa karena jalan alternatif yang baru menuju Berastagi tidak ada yang dibuka. Misalnya, jalan alternatif yang sebelumnya sudah dibuka bersama TNI Manunggal Masuk Desa (TMMD) dari Kutalimbaru-Rumah Bacang-Sembaikandua Berastagi, terhenti karena distop Dinas Kehutanan Sumut.
"Tiga tahun lalu jalan alternatif sudah dibuka sepanjang 4 Km, tapi distop oleh Dinas Kehutanan Sumut dengan alasan apabila membuat akses jalan akan mengundang pencurian lahan hutan. Padahal, sebelum jalan itu dibuka, sudah ada perambah-perambah lokal menanam kopi dan lainnya," bebernya.(ogi bukit)