Ketidakseimbangan Ekonomi Global Saat Ini, Harga sawit Masih Terpuruk

Anonim
Minggu, 21 Juli 2019 - 20:25
kali dibaca
Ist
Mediaapakabar.com- Dalam desiminasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia Medan pada akhir pekan kemarin, sepertinya ada yang perlu dikuatirkan terkait dengan perkembangan ekonomi belakangan ini. Dari sisi belanja domestik memang masih tumbuh. Namun dari sisi kinerja ekspor impor, yang direalisasikan dengan neraca perdagangan, Indonesia secara keseluruhan masih dalam tekanan. Walaupun gambaran ekonomi Indonesia kedepan oleh sejumlah lembaga pemerintah menunjukan bahwa Indonesia masih dalam kategori negara yang tumbuh dan ekonominya dalam kondisi yang baik.

Pengamat ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin mengatakan, membengkaknya defisit neraca perdagangan belakangan ini memberikan tekanan kuat bagi kinerja ekonomi lainnya, termasuk salah satunya adalah kinerja mata uang rupiah. Walaupun saat ini rupiah diuntungkan karena tren perkembangan suku bunga acuan di negara lain khususnya AS diperkirakan mengalami penurunan dalam waktu dekat.

"Akan tetapi ancaman perang dagang yang masih berkecamuk, menjadi salah satu penyebab utama ketidakstabilan ekonomi global yang bisa saja memicu terjadinya ketidakseimbangan ekonomi domestik. Dan ketidakseimbangan ekonomi global saat ini telah memukul harga komoditas nasional khususnya CPO atau sawit yang terpuruk belakangan ini,"katanya, Minggu (21/7/2019).

Keterpurukan pada harga CPO membuat harga sawit di tingkat petani kembali mengulang sejarah terendahnya di tahun kemarin khususnya di bulan November. Kondisi tersebut memukul daya beli petani dan masyarakat Sumatera Utara yang lebih dari 60% ekonominya sangat bergantung dari harga CPO dunia.

"Namun, itu hanya salah satu dampak dari ketidakseimbangan perekonomian global belakangan ini. Dan masih ada banyak lagi dampak yang lainnya. Era kepemimpinan Presiden AS Donald Trump menjadi titik dimana perang dagang antara AS dan mitra dagangnya berkecamuk. Tidak sedikit yang menyalahkan masalah ekonomi yang terjadi belakangan dikarenakan oleh kepemimpinan Donald Trump,"ujarnya.

Dan banyak analis maupun pengusaha yang menyatakan bahwa jika nantinya di tahun depan 2020 pemilihan Presiden AS, maka jika Trump tidak lagi terpilih, diperkirakan ekonomi global akan kembalil ke titik keseimbangan baru. Dan tidak sedikit yang memperkirakan ekonomi SUMUT akan pulih nantinya jika Trump Tidak kembali terpilih.

"Tetapi menurut hemat saya, sekalipun hal tersebut terjadi, bukan berarti ekonomi akan pulih dengan seketika. Masih ada tahapan lain yang harus dilakukan. Terlebih jika Presiden AS yang terpilih nantinya ternyata juga tidak memiliki paradigma yang berbeda dari Pendahulunya. Jadi saya pikir kita harus fokus pada penuntasan masalah ekonomi dari sisi domestik saja. Kita perkuat dengan menggerakan ekonomi di dalam negeri,"katanya.

Jangan terlalu berspekulasi dengan kemungkinan-kemungkinan terjadinya perubahan kepemimpinan di AS. Tetapi kalaupun terjadi, anggap saja ini sebagai sebuah keberuntungan.(abi)
Share:
Komentar

Berita Terkini