Komnas Perlindungan Anak : Minta Kejari Menahan SMN, Predator Kejahatan Seksual Terhadap Siswanya

Media Apakabar.com
Sabtu, 11 Mei 2019 - 12:05
kali dibaca
Komnas Perlindungan Anak : Minta Kejari Menahan SMN, Predator Kejahatan Seksual Terhadap Siswanya
Arist Merdeka SiraitKetua Umum Komnas Perlindungan Anak
Mediaapakabar.com- Sebagaimana yang dimaksud pasal 76E Junto Pasal 82 ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 mengenai perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlidungan Anak, Saut Martumbur Nababan (44) guru agama di SD Negeri di Kecamatan Siborongborong, Tapanuli Utara terduga pelaku kejahatan seksual terhadap 11 muridnya dapat diancam pidana minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun, demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak (KPA) merespon pengaduan keluarga korban yang diterima bagian pengaduan Komnas Perlindungan Anak, Jumat (10/05/2019).

”Namun sangat disayangkan, dan patut dipertanyakan mengapa setelah Jaksa menyatakan berkas yang disampaikan penyidik sudah lengkap (P21), tetapi pihak penyidik tidak menyerahkan terduga pelaku secara fisik kepada Kejaksaan, bahkan terduga pelaku Saut Martumbur Nababan bebas mengajar ditempat puluhan korban mengenyam pendidikan."

” Padahal kita tahu sebagaimana diatur dalam ketentuan UU Perlindungan Anak, bagi pelaku kejahatan seksual yang memenuhi unsur pidana dengan ancaman pidana diatas 5 tahun, pelaku wajib ditahan,” demikian ditambahkan Arist.

Arist berpendapat dengan tidak ditahannya pelaku, sekalipun berkas perkara sudah dinyatakan sudah lengkap, Jaksa Penuntut dan penyidik telah melakukan pengabaian. Hak-hak korban, dan telah pula gagal paham terhadap pelaksanaan UU RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistim Peradilan Pidana Anak (SPPA).

Oeh karena itu, Komnas Perlindungan Anak yang bertugas dan berfungsi memberikan pembelaan dan perlindungan anak di Indonesia, mendesak KEJARI Tapanuli Utara sebelum membacakan tuntutannya pada sidang-sidang lanjutan di PN Tapanuli Utara untuk segera menahan terduga pelaku.

Demikian juga, untuk melindungi korban dari trauma berkepanjangan atas dugaan kejahatan seksual yang terjadi pada puluhan anak murid, Komnas Perlindungan Anak mendesak Dinas Pendidikan Kabupaten Tapanuli Utara untuk segera memberhentikan Saut Martumbur Nababan dari tugasnya sebagai guru.

Kasus kejahatan seksual terhadap belasan anak dalam bentuk sodomi dan perbuatan cabul ini terbongkar berawal dari salah seorang anak RLS (12) siswa Kelas 6 yang menjadi korban menceritakan kepada ibunya.

Menurut testimoni korban kepada ibunya, dengan polos korban menceritakan bahwa kejahatan seksual yang menimpa dirinya dilakukan terduga pelaku bejat ini dilakukan di ruang kelas dari bangku dan berpindah ke diatas meja sekolah pada jam istirahat. Modus pelaku meminta korbannya lebih dulu memijat leher dan tubuh pelaku.

Dengan bujuk rayu, tipu muslihat dan dengan pemberian uang, lalu pelaku memaksa membuka celana korban dan memegang venis korban, kemudian korban diminta pelaku untuk memegang dan menggoyang-goyangkan rudal pelaku. Begitulah seterusnya pelaku memperdaya kotban-korbannya.

Usai melampiaskan nafsu bejatnya kemudian pelaku memberi uang dua ribu rupiah dan mengancam korban untuk memberitahukan kepada siapun.

Atas kejadian ini belasan korban khusus RLS saat menderita trauma berat karena kasus yang terjadi 01 Setember 2018 dan telah dilaporkan 04 September 2018 kepada Unit PPA Poltes Tapanuli Utara sampai saat ini proses pengekan hukumnya sangat lambat dan mengendap begitu lama serta pelaku tetap tidak ditahan dan tetap pula masih dibiarkan oleh Dinas Pendidikan mengajar sekalipun berkas perkaranya telah memenuhi unsur tindak pidana.

Untuk memastikan penegakan hukum atas kasus kejahatan seksual ini Tim Investigasi Cepat Komnas Perlindungan Anak yang dipimpin Arist Merdeka Sirait akan memantau berjalannya proses persidangan di PN Tapanuli Utara, dan segera pula berjumpa dan berkoordinasi dengan KAJARI dan KAJATI untuk menerapkan UU No. 11 Tahun 2012 tentang SPPA dan UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang penerapan PERPU No. 01 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI No. 23 ahun 2002, demikian disampaikan Arist dalam rilisnnya.(dn)
Share:
Komentar

Berita Terkini