Pemerintah Batal Membebaskan Abu Bakar Baasyir Gara-gara Tak Mau Akui Pancasila

Admin
Rabu, 23 Januari 2019 - 09:43
kali dibaca
Kuasa hukum capres Joko Widodo dan Maruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kanan) mengunjungi narapidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir (tengah) di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat , Jumat 18 Januari 2019. Foto: Antara
Mediaapakabar.com - Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko mengatakan pemerintah tidak akan membebaskan terpidana terorisme, Abu Bakar Baasyir, selama ia tak memenuhi persyaratan yang berlaku. Ia berujar 'bola' pembebasan Baasyir saat ini bukan di sisi pemerintah, melainkan di pihak terpidana.
"Oh iya. Intinya itu, presiden memberikan pendekatan kemanusiaan tapi ada prinsip yang harus dipenuhi," katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 21 Januari 2019.
Prinsip tersebut, kata dia, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat. 
Jika Baasyir ingin bebas bersyarat, kata Moeldoko, dia harus menyatakan kesetiaannya kepada NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), Pancasila, dan UUD 1945.
Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko. Foto: Tempo
Selama pihak Baasyir enggan memenuhi syarat itu, maka pemerintah tidak akan memberikannya status bebas bersyarat. "Oh iya. Karena itu persyaratan yang tidak boleh dinegosiasikan," kata Moeldoko.
Mantan panglima TNI ini mengklaim Jokowi terbuka terhadap keinginan Baasyir untuk bebas. Alasannya Jokowi melihat kondisi kesehatan dan usia Baasyir yang kini 81 tahun.
"Dari sisi kemanusiaan, Presiden sangat memperhatikannya dengan sungguh-sungguh. Namun, ya, presiden juga memperhatikan prinsip-prinsip bernegara yang tidak dapat dikurangi dan tidak dapat dinegosiasikan," kata dia.
Meski Baasyir nantinya tidak kunjung bebas, Moeldoko menjamin fasilitas kesehatan yang diberikan pemerintah kepadanya tidak akan berubah. 
"Itu standar, bahkan akan kami lebihkan apabila membutuhkan. Itu untuk urusan kesehatan, kemanusiaan, enggak bisa dikurangi," tuturnya. (AS)
Share:
Komentar

Berita Terkini