Prabowo Sebut Sistem Pertahanan Indonesia Rapuh dan Lemah, Ini Kata Pengamat Militer

Admin
Senin, 01 April 2019 - 09:57
kali dibaca
Ilustrasi
Mediaapakabar.com - Pada debat calon presiden (30/03), Prabowo Subianto mengatakan sistem pertahanan Indonesia terlalu lemah, tapi pengamat militer mempertanyakan klaim itu dan mengatakan pembenahan sistem pertahanan Indonesia sudah mengarah ke jalan yang benar.

Dalam debat keempat itu Prabowo menyebut bahwa pertahanan Indonesia terlalu lemah dan jauh dari yang diharapkan karena keuangan Indonesia yang lemah.

Melansir viva.co.id, pengamat militer Center for Strategic and International Studies (CSIS), Evan Laksmana, mempertanyakan ukuran lemah yang digunakan Prabowo karena dalam militer, ujarnya, banyak indikator yang harus diperhatikan, seperti jumlah anggaran, jumlah tentara, serta persenjataan baru.

Ia mengatakan aspek-aspek tersebut masih harus terus diperbaiki. Namun sejak lima tahun belakangan, bahkan sejak era pemerintahan mantan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), beberapa langkah perbaikan sudah dilakukan.

"Ya belum sempurna selevel negara-negara besar di kawasan, seperti Australia, India, Cina, tapi saya rasa kita sudah cukup mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki," kata Evan.

"Dibilang lemah 100% jelas nggak... Kita sudah berada di arah yang benar untuk memperbaikinya."

Apa pertahanan Indonesia bisa disebut rapuh?

Evan menyebut banyak faktor yang harus dilihat untuk menentukan apakah pertahanan Indonesia bisa disebut rapuh.

Oleh karena Indonesia tidak menjalankan operasi militer yang besar sejak operasi di Aceh, Evan mengatakan belum bisa mengukur efektivitas tempur pasukan Indonesia.

Namun, melihat dari indikator pertahanan dalam lingkup sehari-hari, Evan mengatakan sudah terjadi pengurangan dari segi pelanggaran di perairan Indonesia, baik yang dilakukan oleh kapal nelayan atau militer asing. Ia juga menyebut jumlah pelanggaran di ruang udara juga berkurang.

Tambahnya, performa non-tempur pasukan Indonesia bisa disebut efektif, seperti dalam UN Peace Keeping Mission dan penanganan bencana, meski banyak hal masih bisa dibenahi.

"Saya rasa kalau ditanya apa kita siap hadapi ancaman pertahanan keseharian, kita siap," ujarnya.

Sementara itu, pengamat militer Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Muhamad Haripin, menyebut rencana pertahanan Indonesia menekankan pada strategi pertahanan internal dengan gerilya.

Hal itu, kata Haripin, dikarenakan Indonesia sudah menyadari keterbatasannya di bidang pertahanan udara dan laut.

"Sebetulnya kita tidak punya instrumen deterrent yang memadai, tapi kalau kita melihat strategi gerilya, bisa dibilang kita bisa bertahan lama," ujar Haripin.

Apakah Indonesia berada di bawah ancaman?

Pengamat militer CSIS, Evan Laksmana, mengatakan ancaman keamanan di Indonesia memang selalu rumit karena terdiri dari ancaman dalam negeri maupun luar negeri.

Dari segi geografis, tambahnya, Indonesia berada dalam persimpangan geopolitik Cina dan AS dalam konflik Laut Cina Selatan.

Selain itu, kata Evan, Indonesia juga menghadapi ancaman dalam bentuk penangkapan ikan ilegal, pembajakan kapal, hingga ancaman di bidang siber.

Namun, terkait ancaman konvensional, di mana negara lain berupaya untuk menyerang dan menginvasi negara lain, Evan mengatakan ia belum melihat potensi itu.

"Saya rasa nggak dalam waktu dekat," kata Evan. (AS)
Share:
Komentar

Berita Terkini