Pelaku Penganiayaan Siswi SMP Diminta Proses Secara 'Diversi'

Media Apakabar.com
Rabu, 10 April 2019 - 09:59
kali dibaca
Pelaku Penganiayaan Siswi SMP Diminta Proses Secara 'Diversi'
ist
Mediaapakabar.com-Pihak Dewan Komisioner Komnas Perlindungan Anak prihatin terhadap peristiwa penganiayaan,  perundungan juga persekusi yang dilakukan 12 siswi SMA secara bergerombol terhadap seorang siswi SMP di Kota Pontianak, Kalimantan Barat yang  mengakibat korban mengalami sakit,  trauma,  dan depresi berat pada 29 Maret 2019.

Setelah Tim Relawan Sahabat Anak Indonesia untuk wilayah kerja Kalimantan Barat mendapat data dan kepastian peristiwa perundungan ini, Komnas Perlindungan anak sangat menyayangkan dan mengambil sikap bahwa penganiyaan, perundungan, persekusi diikuti kekerasan seksual yang dikakukan 12 geng siswi ini tidak bisa ditoleransi oleh akal sehat manusia lagi.

Oleh sebab itu,  mengingat pelaku masih  dalam status usia anak dan dalam perspektif perlindungan anak masih memerlukan perlindungan, sebagaimana diatur dalam ketentuan UU RI Nomor 11 Tahun 2012  tentang Distim Peradilan Pidana Anak (SPPA), junto UU RI No. 35 Tahun 2014 tetang perubahan atas UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perindungan Anak.

Komnas Perlindungan Anak mendorong penegak hukum yakni Polresta Pontianak yang menangani perkara penganiayaan dan perundungan terhadap siswi ini menggunakan pendekatan keadilan restoratif dalam proses penyelesaiannya.

Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait kepada awak media menanggapi kasus perundungan yang diduga dilakukan 12 siswi SMA terhadap siswi  SMP di Pontianak di Studio Komnas Anak TV dibilangan Pasar Rebo Jakarta Timur Rabu (10/4/2019).

Arist Merdeka Sirait mengatakan bahwa dengan pendekatan keadilan restoratif tersebut, selain meminta pertangungjawaban hukum para pelaku atas tindakan pidananya,  pihak kepolisian Polresra Pontianak juga bisa menggunakan pendekatan "diversi"  terhadap pelaku.

" Berupa sanksi tindakan seperti sanksi sosial guna memulihkan harkat dan harga diri korban yang telah dilecehkan dan berdampak efek jera. Misalnya dengan cara para pelaku meminta maaf secara terbuka kepada korban dihadapan orangtua dan penegak hukum dan diikuti dengan mencium kaki korban."

Peristiwa ini memunculkan pertanyaan mendasar  yang harus dijawab oleh kita semua orang tua, masyarakat, dunia pendidikan dan pemerintah termasuk alim ulama.

" Ada apa dengan keluarga dan lingkungan, karena munculnya perilaku dan perbuatan sadis ini tidak berdiri sendiri. Bisa saja karena terinpirasi dari lingkungan keluarga  dan lingkungan sosialnya atau terinpirasi  tayangan-tayangan yang tidak edukatif.b Sebab dunia anak adalah meniru yang ada disekitarnya."

Atas kejadian  ini, Polresta Pontianak bekerja keras untuk mengungkap dan menangani kassus kekerasan itu dan telah memeriksa orang tua korban dan dua saksi.

Orang tua korban baru melaporkan perkara perundungan ini setelah 2 minggu peristiwa terjadi. Karena korban terus menerus diancam oleh pelaku. Namun akibat berdampak pada menurunnya kesehatan korban, dan sudah tak mampu menahan sakit, akhirnya korban menceritakan kepada ibuya.

Pertiwa yang dialami siswi Sekolah Menengah pertama di kota Pontianak Kalimantan Barat berinisial A (14) menjadi perhatian publik setelah dirinya dianiaya oleh 12 orang pelajar Sekolah Menengah Atas ( SMA) pada Jumat 29 Maret 2019 lalu di jalan Sulawesi dan Taman Jaya Kalimantan Barat .

Selain dianiaya secara bergerombol, yang cukup mengerikan sadis dan diluar akal sehat manusia apalagi para pelaku masih dalam usia anak, adalah kemaluan korban tersebut juga dirusak oleh salah satu pelaku dengan memasukkan jari pada vagina.

Sehingga korban kehilangan keperawanan dan terjadi pendarahan hebat dan betdampak pembengkakan di sekitar area kewanitaannya.  A mengalami luka fisik,  psikologis yang cukup serius dan harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit.

Ibu korban LM menuturkan setelah dirinya mendapat laporan dari anaknya secara rinci yang menjelaskan bahwa kejadian itu bermula saat korban dijemput oleh salah seorang diantara 12 pelaku yakni dikediaman kakeknya. VOC yang merupakan siswi SMA di Pontianak itu meminta korban mempertemukan dengan kakak sepupunya yaitu dengan alasan ada yang ingin dibicarakan yang sesungguhnya korban tidak terlalu mengenal pelaku, tapi menyetujui hal itu hingga bertemu dengan VOC.

Setelah bertemu, ternyata yang menjemput tidak sendiri melainkan 4 orang,  kemudian A dan PO dibawa ke tempat sepi di belakang aneka Pavilion di Jalan Sulawesi.

Setibanya di lokasi tersebut lanjut ibu korban menjelaskan,  terjadilah cekcok mulut yang dikompori oleh salah seorang siswi yang diduga menjadi provokator yakni SF sehingga terjadilah adu jotos.

Sementara diantara mereka yakni NT dan PC juga melakukan kekerasan terhadap A yang berada di tempat kejadian mulai dari membully, menjambak rambut, membenturkan kepala ke aspal hingga menginjak perut korban.

Ketika A bangun,  mukanya ditendang dengan sepatu sandal gunung sehingga terjadi pendarahan dalam hidung dan terdapat benjolan dan luka dalam di kepala.

Kemudian  salah seorang pelaku lainnya yakni TR bahkan mencoba merusak kemaluan A dengan cara mencolok kemaluan korban menggunakan jari dengan maksud untuk membuat korban tidak lagi perawan sehingga menyebabkan pendarahan dan pembengkakan di area kewanitaan korban.

" Yang saya tidak bisa terima,  pelaku sampai merusak vagina anak saya." 
Setelah kejadian itu anak saya baru berani bicara kalau dia dianiaya. Sekarang dia depresi tertekan trauma berat terus psikisnya sangat terganggu, bahkan selalu mengigau (berhalunisasi) karena dibayangannya satu persatu yang melakukan penganiayaan itu selalu datang yang membuat dia ketakutan.

Menurut LM, sempat ada upaya mediasi antara mediasi pihaknya dengan keluarga pelaku. Namun dia bersikukuh untuk melanjutkan kasus ini ke jalur hukum. 


" Saya tetap ingin melanjutkan melalui jalur hukum karena ini menyangkut harkat dan martabat dan hak hidup anak saya terlebih lagi ini kekerasan,  penganiayaan bahkan pengeroyokan. Mereka setelah melakukan pemukulan dan pengeroyokan terhadap anak saya itu, lalu membuat postingan di media sosial bahwa mereka bangga telah melakukan penganiayaan." terang LM.

Ironisnya lagi, kata Ibu korban bahwa informasi sebelum anaknya menjadi korban penganiayaan sudah banyak yang mengatakan bahwa gerombolan siswi SMA tersebut telah sering melakukan perbuatan serupa kepada siswi lain namun tidak dilaporkan.

" Yang saya tahu mereka menganiaya, mengeroyok anak saya habis-habisan dan yang paling parah kemaluan anak saya sempat dirusak ini termasuk kategori geng pelajar yang brutal dan nakal, sakit jiwa, ditambah postur tubuh mereka tinggi tinggi dan besar. Atas kejadian ini saya berharap pihak sekolah menindak tegas muridnya dan dari informasi disebutkan permasalahan ini berawal karena masalah asmara."

Yakni kakak sepupu korban merupakan mantan pacar dari pelaku penganiayaan. 
" Ayo selamatkan A dan kita jadikan peristiwa ini menjadi gerakan nasional anti perundungan, anti atau bullyng dan persekusi," pungkas Arist.  (dani)

Share:
Komentar

Berita Terkini