Cerita Warga Ngungsi Terkait Ajaran Kiamat Sudah Dekat Hingga Rela Korban Harta Benda

Admin
Jumat, 15 Maret 2019 - 09:00
kali dibaca
Rumah warga Ponorogo yang hijrah ke Malang. (Nur Wachid/Radar Ponorogo)
Mediaapakabar.com - Sebanyak 52 warga Ponorogo meninggalkan kampung halaman mereka dan hijrah ke Malang Jawa Timur karena percaya hari kiamat sudah dekat.

Mereka menjual murah aset berharga mereka di kampung halaman, seperti rumah dan tanah. Rata-rata dijual hanya Rp10 – 20 juta.
Kamitua Krajan, Sogi (40) menyebut, ada 16 kepala keluarga (KK) dengan jumlah jiwa 52 orang dari Desa Watu Bonang, Badegan, Ponorogo, mengungsi ke Malang. Mereka terdiri dari 23 perempuan dan 29 lak-laki.
Mereka meninggalkan desa kelahiran tanpa pamit dan juga pergi tidak secara bersamaan.
“Kebanyakan membawa keluarga. Nggak pamit,” kata Sogi seperti yang dikutip dari Pojoksatu.id
Kaur Pemerintahan Desa Watu Bonang itu menyayangkan kepergian sebagian warganya dengan alasan yang masih misterius.
“Yang jual rumah kami tanya, jawabnya seperti itu. Nanti kalau balik ke sini terus tinggalnya gimana, kami juga tidak tahu,” ungkapnya.
Mereka mengungsi ke Pondok Pesantren (Ponpes) Miftahul Falahi Mubtadiin (MFM) di Dusun Pulosari, Desa Sukosari, Kecamatan Kasembon, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Di kawasan tersebut, sudah terpampang spanduk penyambutan mereka. Dalam spanduk tersebut tertulis ‘persiapan akhir zaman’.
“Selamat datang peserta mondok rajabiyahan & biatan plus romadhonan dalam rangka persiapan akhir zaman di Ponpes Pulosari Kasembon Malang,” demikian tulisan yang tertera di spanduk akhir zaman tersebut.
Spanduk Akhir Zaman Bikin Geger
Spanduk Akhir Zaman Bikin Geger
Para pengungsi ‘kiamat sudah dekat’ dikabarkan menyetorkan uang senilai Rp3-5 juta kepada pengelola Ponpes MFM.
Selain menyetorkan uang, pengungsi ‘kiamat sudah dekat’ juga diwajibkabn membawa bekal untuk persiapan tinggal selama satu tahun di Ponpes MFM.
Beberapa pengungsi membeli lahan di kawasan Ponpes MFM. Mereka bertani di tempat itu agar bisa bertahan hidup.
Para pengungsi percaya dengan fatwa dari Ponpes MFM terkait hari kiamat.
Ketua Forum Komunikasi Pemuda Islam, Handoko mengatakan fatwa yang beredar dan sedang viral di media sosial itu memang sesuai dengan keadaan di lapangan.
Sejak tiga tahun terakhir banyak orang asing yang masuk ke wilayahnya dengan membawa aset–aset berharga.
“Kegiatan seperti itu sudah lama, banyak kok orang asing dari luar kota yang masuk ke sini. Datang berbondong – bondong membawa yang disebut perbekalan itu. Bahkan mereka setiap masuk itu harus menyetorkan uang senilai Rp 3 juta–Rp 5 juta,” ujarnya, Kamis (14/3).
Warga yang tinggal di Dusun Pulosari itu mengaku pengajaran mengenai kiamat sudah sering dilakukan selama dua tahun terakhir ini.
Ponpes Miftahul Falahi Mubtadiin (MFM) di Dusun Pulosari, Desa Sukosari, Kecamatan Kasembon, Kabupaten Malang
Suasana di Ponpes Miftahul Falahi Mubtadiin (MFM) di Pulosari, Desa Sukosari, Kasembon, Malang. (Radar Malang)
Meski tidak terganggu, ia mengharapkan ada tindak lanjut dari kepolisian untuk mengusut ajaran yang disampaikan oleh Gus Romli itu.
“Saya nggak ada urusan sama mereka, selama nggak ganggu keluarga saya ya no problem. Tapi banyak hal yang harusnya pihak kepolisian bisa menggali lebih dalam,” katanya.
“Bicara meteor jatuh di hari kiamat kan sudah ada sejak zaman Rasululloh. Tapi itu kita lihat masyarakat yang datang ke sini menyerahkan aset, tapi pemilik pondok kok malah beli aset baru itu kan gimana ya,” imbuhnya.
Warga lainnya, Subandi mengatakan jika isu kiamat yang menyangkutkan Ponpes MFM itu tidak begitu mengetahui banyak terkait adanya tausiyah kiamat yang viral itu.
Subandi mengaku tidak mau ikut campur dengan segala kegiatan yang dilakukan di dalam ponpes tersebut.
“Ya yang namanya kiamat itu kan hanya Tuhan yang tahu. Bahkan seandainya ada meteor jatuh itu ya entah di sini atau di Amerika kita tidak akan tahu,” bebernya.
“Kegiatan di sana ya biarin sajalah, saya nggak mau ikut campur. Terkait tausiyah, saya nggak tahu tapi sekarang kan zaman sudah canggih ya bisa dengan cara apa saja,” tutup kakek yang berusia 79 tahun itu.
Pimpinan Ponpes MFM, Mohamad Romli menyesalkan adanya kabar yang menyudutkan pesantren yang dikelolanya. Padahal, Ponpes MFM sudah tiga tahun terakhir telah melaksanakan program triwulan menyongsong meteor sebagai persiapan menghadapi akhir zaman.
“Program triwulan terus berjalan 3 tahun ini. Kenapa kok yang 2 tahun tidak rame, sekarang kok rame,” ucap pria yang akrab disapa Gus Romli ini. (AS)
Share:
Komentar

Berita Terkini