Indonesia-Swiss Buat Perjanjian MLA Soal Pidana

Media Apakabar.com
Selasa, 05 Februari 2019 - 14:41
kali dibaca
Menkumham RI Yasonna H Laoly Saat Penandatanganan MLA Indonesia-Swiss di Bern, Senin (4/2/2019). 
Mediaapakabar.com-Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI, Yasonna Hamonangan Laoly menandatangani Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana/ Mutual Legal Assistance (MLA) antara Republik Indonesia dengan Konfederasi Swiss di Bernerhof Bern pada Senin (4/2/2019). 

Disadur dari FB Menkumham RI, Selasa (5/2/2019), perjanjian MLA RI-Swiss ini merupakan perjanjian ke 10 oleh Pemerintah RI (Asean, Australia, Hong Kong, RRC, Korsel, India, Vietnam, UEA, dan Iran) dan bagi Swiss adalah perjanjian MLA ke 14 dengan negara non Eropa.

Namun perjanjian MLA RI-Swiss merupakan capaian kerjasama bantuan timbal balik pidana yang luar biasa dan menjadi sejarah keberhasilan diplomasi yang penting, mengingat Swiss merupakan financial center terbesar di Eropa.


Pasca penandatanganan perjanjian ini, Menkumham berharap dukungan penuh dari Dewan Perwakilan Rakyat nantinya segera meratifikasi agar perjanjian ini dapat langsung dimanfaatkan oleh para penegak hukum dan instansi terkait lainnya.

Menkumham juga mengucapkan terima kasih atas dukungan penuh dari Dubes Muliaman Hadad dan Dubes Linggawaty Hakim serta K/L, khususnya kepada para pejabat dari Otoritas Pusat Kemenkumham, Kemenlu, Kemenkeu, Kejagung, Kepolisian, KPK, dan PPATK yang telah bersama-sama mewujudkan dan menyaksikan penanda tanganan Perjanjian MLA RI-Swiss ini.

Penanandatanganan Perjanjian MLA ini sejalan dengan program Nawacita dan arahan Presiden Jokowi dalam berbagai kesempatan.  


Diantaranya pada peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia 2018 dimana Presiden menekankan pentingnya perjanjian ini sebagai platform kerjasama hukum.  

Khususnya dalam upaya pemerintah melakukan pemberantasan korupsi dan pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi (asset recovery). 

Perjanjian ini terdiri dari 39 pasal, antara lain mengatur bantuan hukum mengenai pelacakan, pembekuan, penyitaan hingga perampasan aset hasil tindak kejahatan.  

Ruang lingkup bantuan timbal balik pidana yang luas ini merupakan salah satu bagian penting dalam rangka mendukung proses hukum pidana di negara peminta.  

Sejalan dengan itu, Perjanjian MLA ini dapat digunakan untuk memerangi kejahatan di bidang perpajakan (tax fraud) sebagai upaya Pemerintah Indonesia untuk memastikan warga negara atau badan hukum Indonesia mematuhi peraturan perpajakan Indonesia dan tidak melalukan kejahatan penggelapan pajak atau kejahatan perpajakan lainnya. 

Atas usulan Indonesia, perjanjian yang ditandatangani tersebut menganut prinsip retroaktif. Prinsip tersebut memungkinkan untuk menjangkau tindak pidana yang telah dilakukan sebelum berlakunya perjanjian sepanjang putusan pengadilannya belum dilaksanakan. Hal ini sangat penting guna menjangkau kejahatan yang dilakukan sebelum perjanjian ini.  

Perjanjian MLA RI - Swiss terwujud melalui dua kali putaran, pertama dilakukan di Bali pada 2015. Kedua pada 2017 di Bern, Swiss untuk menyelesaikan pembahasan pasal-pasal yang belum disepakati di perundingan pertama. 

Kedua perundingan tersebut dipimpin Direktur Otoritas Pusat dan Hukum Internasional, Cahyo Rahadian Muzhar yang kini menjabat sebagai Dirjen AHU.  

Pada kesempatan ini, Menkumham atas nama pemerintah Indonesia menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Pemerintah Swiss yang telah membantu dan memudahkan serta menjadikan Perjanjian MLA ini terwujud. (*/zih)

Share:
Komentar

Berita Terkini