Soal Stelan Pakaian Capres Dan Cawapres No 2 Bukan Maksud Buat Jarak

Media Apakabar.com
Senin, 07 Januari 2019 - 18:02
kali dibaca
INT 
Mediaapakabar.com-Pengamat politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Adi Prayitno melihat ada pesan tertentu yang ditampilkan Prabowo-Sandi melalui setelan dikenakan dalam foto. Dia mengatakan hal itu karena pakaian termasuk hal yang mengandung makna jika merujuk dari perspektif budaya politik.

Hal itu disampaikannya saat kedua Capres dan Cawapres yang akan bertarung seperti dilansir dari CNN Indonesia, Senin (7/1/2019).

Setelah ditetapkan KPU kertas suara pilpres yang akan dicoblos oleh masyarakat pada 17 April mendatang. Surat suara itu juga sudah mencantumkan foto kedua paslon yang akan bertanding.

Dalam kertas, Joko Widodo dan Ma'ruf Amin nampak mengenakan pakaian koko putih plus peci hitam. Sementara Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno memakai setelan jas hitam, kemeja putih, dasi merah, dan peci hitam.

Menurut Adi, Prabowo dan Sandi ingin menampilkan kepada masyarakat bahwa mereka berasal dari keluarga atau kalangan mapan dan terpandang. Baik mapan dari segi ekonomi maupun pendidikan.

"Ingin menunjukkan bahwa mereka adalah elite, karena pakaian mereka itu necis dan tidak bisa diakses oleh semua orang. Jas dan dasi itu identik dengan orang kaya, orang berpunya," tutur Adi saat dihubungi pada Minggu (6/1/2019).


Adi menganggap wajar ketika Prabowo-Sandi memilih setelan jas plus dasi. Dia mengatakan bahwa Prabowo dan Sandi memang berasal dari keluarga yang kaya raya, sehingga lumrah jika mereka memilih setelan tersebut.

Meski begitu, Adi menekankan bahwa cara berpakaian Prabowo-Sandi tidak bermaksud membuat jarak dengan masyarakat pada umumnya. Ada hal lain yang ingin disampaikan paslon nomor urut 02 tersebut.

Menurut Adi, dengan setelan ala orang kaya tersebut, Prabowo dan Sandi justru ingin meyakinkan masyarakat bahwa mereka sudah mapan dan tidak akan memperkaya diri sendiri jika terpilih.

"Mungkin, karena pakaiannya elite itu seolah ingin meyakinkan kepada masyarakat bahwa mereka sudah terjamin bibit bebet dan bobobtnya sehingga tidak akan memperkaya diri sendiri jika terpilih," ujar Adi.

Adi menganggap kesan elite dalam pakaian yang dikenakan Prabowo dan Sandi juga tidak akan membuat jarak dengan masyarakat. Menurutnya, publik memang sudah tahu bahwa keduanya adalah orang-orang yang kaya sejak kecil.


Pakar semiotika Institut Teknologi Bandung (ITB) Acep Iwan Saidi menilai Prabowo dan Sandi justru bermaksud memancarkan citra nasionalisme.

Acep mengatakan bahwa jas hitam, kemeja putih dan peci hitam adalah setelan resmi kenegaraan Indonesia. Biasanya, lanjut Acep, itu lazim digunakan para pejabat publik jika menghadiri suatu perhelatan yang bersifat formal. Baik di lingkup daerah, nasional, maupun internasional.

Acep menyebut jas dan dasi memang identik dengan Barat. Akan tetapi, menurutnya, setelan tersebut sudah diadopsi di Indonesia dengan ditambahkan peci hitam.

"Ada citra yang ingin disampaikan. Citranya itu, kalau dari pakaian, maka citra nasionalisme, karena itu pakaian resmi kita," kata Acep. 


Citra nasionalisme yang ingin ditampilkan masih sejalan dengan 2014 silam. Kala itu, dalam surat suara, Prabowo dan Hatta Radjasa mengenakan kemeja putih disertai lambang garuda merah di bagian dada sebelah kanan. Acep menganggap kostum yang lalu juga tersirat makna nasionalisme dari lambang garuda.

Acep mengamini bahwa batik pun bisa disebut sebagai pakaian resmi atau sering digunakan dalam acara formal. Namun, meski tidak hanya dari Jawa, batik tetap kental dengan nuansa kejawaan, sehingga seolah tidak mewakili seluruh golongan.

"Oke kita akui sebagai pakaian resmi, tapi jawanya kuat, maka mereka pakai jas dan dasi agar netral, agar merangkul semuanya," ucap Acep.


Jika melihat kembali foto yang dimaksud, pakaian yang dikenakan Prabowo sangat identik dengan seorang presiden yang sedang menjabat. Terutama dasi yang berwarna merah. Penampakan itu lumrah di foto-foto presiden definitif yang terpampang di ruangan sekolah, lembaga negara dan lain-lain.

Namun, menurut Acep, Prabowo tidak bermaksud memposisikan dirinya sebagai capres yang pasti akan menang dan akan menjadi presiden selanjutnya dengan menggunakan dasi warna merah. Acep menampik jika Prabowo dianggap terlalu percaya diri.

Acep menilai pemilihan dasi warna merah untuk melengkapi citra nasionalisme. Menurutnya, merah dipilih agar cocok dengan kemeja putih, sehingga identik dengan warna bendera kebangsaan Indonesia.

"Kalau misalnya, biru, nanti dianggap terlalu condong ke salah satu parpol. Merah itu nasionalisme, digabung dengan kemeja putih," ujar Acep. (*/zih)
Share:
Komentar

Berita Terkini