Merry Purba, Hakim Tersangka Suap Bantah Terima Uang dari Tamin Sukardi

Admin
Kamis, 30 Agustus 2018 - 08:41
kali dibaca
Merry Purba hakim ad hoc tersangka suap. Foto: Indopos
Mediaapakabar.com - Merry Purba, Hakim Adhoc Pengadilan Negeri (PN) Medan ngotot tak menerima sepeserpun uang dari dugaan suap yang disangkakan kepadanya dan beberapa rekannya di Pengadilan Negeri Medan yang diciduk dalam OTT KPK, kemarin.

Ini diungkapkannya ke awak media usai selesai menjalani pemeriksaan KPK, Rabu (29/8/2018) sore. Merry keluar dari Gedung KPK sekira pukul 17.46 WIB.

Keluar dari Gedung KPK, Merry merasa bingung, karena tidak pernah menerima uang suap tersebut. ”Saya enggak pernah menerima uang, saya enggak tau, makanya saya bingung, sampai sekarang saya bingung,” ujar Merry seperti dilansir Indopos.

Merry bahkan membantah mengenal Tamin Sukardi (pemberi suap). ”Enggak kenal, waktu perkara saja, waktu sidang saya, soalnya perkara dia saya yang tangani,” ungkapnya.

KPK sendiri menduga Merry menerima uang suap sebesar SGD 150.000 untuk penanganan perkara atas terdakwa Tamin Sukardi. “Soal uang saya engga ngerti, memang engga ada (uang),” ujarnya.

Dalam kasus ini KPK menduga Tamin Sukardi memberikan suap untuk mempengaruhi putusan majelis hakim. Jumlah suap tersebut sebesar SGD 150.000, uang tersebut berasal dari Tamin.

Dia menyerahkan uang tersebut kepada Helpandi melalui orang kepecayaan pada 24 Agustus 2018 di Hotel JW Mariot Medan.

Dana SGD 150.000 tersebut merupakan bagian dari janji sekitar SGD 280.000. KPK menemukan uang sebesar SGD 130.000 dari tangan H, sedangkan SGD 150.000 diduga telah diterima Hakim M.

Dalam kasus ini MP (Merry Purba) dan Helpendi disangkakan melanggar pasal 12 huruf c atau pasal 12 huruf a atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) KUHP

Sementera sebagai pihak pemberi TS (Tamin Sukardi) dan HS (Hadi Setiawan) disangkakan melanggar pasal 6 ayat (1) huruf a atau pasal 5 (1) a atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (AS)
Share:
Komentar

Berita Terkini