Sesosok Panel Barus Sukses Melangkah Dari Kehidupan Sederhana

Media Apakabar.com
Jumat, 20 Juli 2018 - 19:02
kali dibaca
Panel Barus. foto: Ist
Mediaapakabar.com-- Demi mengejar kesuksesan menjadi orang besar, sesosok Panel Barus melangkah dari hidup sederhana

Awal kisah, ia lahir dari keluarga yang sederhana pada 1 Juli 1979. Almarhum ayahnya,  Pasti Barus, bekerja sebagai sopir taksi, sedangkan ibunya, Vera Perangin-angin keseharian membuat kue nastar dan menjual gado-gado. 



Namun, berkat kerja keras keduanya telah membesarkan seorang Panel Barus dan tiga kakak perempuannya.  


Tempat Tumbuh Hingga Remaja

Daerah Kebon Pala, Kecamatan Makasar dan kemudian berpindah ke Kalisari, Pasar Rebo Jakarta Timur adalah dua wilayah yang dikenang sebagai tempat ia tumbuh dari kecil hingga remaja. Sekolah, bermain dan mengaji adalah rutinitas sehari-hari di masa kecil. 

Selepas maghrib, ia  selalu bergegas mendatangi rumah kontrakan Ustadz Anis yang tak jauh dari rumah kontrakan orang tuanya, di Kebon Pala untuk belajar mengaji bersama anak-anak lainnya.
Menghafal surat pendek kewajiban yang harus dilakukan. 

" Sebuah pelajaran yang berarti bagi saya," kata Panel Barus pada mediaapakabar.com melalui artikel yang disampaikan, kemarin. 

Mandi hujan dan bermain petak umpet adalah permainan favorit saat itu, saat harus bersembunyi sering kali kami bersembunyi ditempat yang tak masuk akal jauhnya, sampe ke kebon kangkung yang berjarak bisa 700 meter dari lokasi permainan. 

" Pada masa remaja atau kisaran usia 15 tahun, saya sudah harus bekerja membantu orang tua untuk memenuhi kebutuhan biaya sekolah," ujarnya. 

Mulai dari menjadi tukang ojek di Jalan Belly Pekayon dan Komplek Brigif Kalisari, hingga membantu Ibu berjualan gado-gado dan menitipkan nastar ke warung-warung. 

"Sementara pada saat libur sekolah datang, biasa saya berjualan baju di depan pabrik di sepanjang Jalan Raya Bogor," jelasnya. 

Situasi memang mendorong saya dan kakak saya untuk membantu orang tua agar kami terus dapat melanjutkan sekolah. 

Di balik ‘kewajiban’ membantu orang tua, saya masih menyempatkan diri untuk melakukan hobi olahraga bulu tangkis dan sempat tergabung dalam klub bulu tangkis Jaya Raya DKI Jakarta. 

" Bukan prestasi yang besar tentunya, namun aktivitas tersebut tanpa disadari telah membentuk disiplin bagi saya di kemudian hari," urainya. 

Masa-Masa Menjadi Mahasiswa

Selepas SMA, pada 1997, saya memilih melanjutkan pendidikan tinggi di Medan, Sumatra Utara.

Tahun-tahun di mana krisis ekonomi tengah terjadi di Indonesia dan gelombang aksi mahasiswa terjadi di berbagai daerah, tak terkecuali di Medan. 

" Kesadaran bahwa ada persoalan besar di Indonesia, ketimpangan kesejahteraan, ketidakadilan, tak adanya kebebasan berekspresi, represifitas dan lain sebagainya mendorong saya untuk ikut serta dalam memimpin berbagai aksi-aksi mahasiswa pada saat itu," sambungnya. 

Bersama mahasiswa di seluruh Indonesia, tugas sejarah telah kami torehkan untuk negeri ini. 

Era keterbukaan dan demokrasi menjadi fase berikutnya yang kami lahirkan dari gagasan-gagasan kritis yang disertai dengan aksi-aksi di jalanan dengan dukungan dari masyarakat luas. 

" Dua tahun berselang saya kembali ke Jakarta, melanjutkan studi di Universitas Bung Karno dan STIE Nusantara (Institut Bisnis Nusantara)," jelasnya.  

Rapor Merah Privatisasi Air di Jakarta adalah karya ilmiah pertama (skripsi) yang mengantarkan dirinya sebagai Sarjana Ekonomi pada 2005.

" Sebuah kebanggaan yang saya dedikasikan bagi kedua orang tua saya," katanya. . 

Kerja Keras Pasti Membuahkan Hasil Setimpal

Cerita dan perjuangan hidup pada masa kecil hingga dewasa telah memberikan banyak pelajaran berarti bagi dirinya dalam menjalani kehidupan. 

Memori masa remaja yang harus membantu orang tua masih terbayang di kepala setelah menjadi sarjana.

Semua itu tanpa disadari telah membentuk karakter dirinya dan mendorong menjadi pribadi yang bekerja keras jika ingin menghasilkan sesuatu. 

" Hingga akhirnya memulai membangun bisnis percetakan pada 2007 dengan nama PT. Serpico. Sebuah nama yang saya ambil dari merk kue nastar milik ibu saya," kenangnya.  


Bisnis yang sampai hari ini yang dibangun dan jalani untuk mengubah kehidupannya, baik bagi ia dan keluarga, maupun bagi mereka yang bersama.  

" Saya membangun bisnis ini dan semoga ke depan saya lebih bisa berbuat dan memberikan manfaat  lebih besar lagi bagi orang banyak," akhirnya. (Jol/red) 




Share:
Komentar

Berita Terkini