Kasus Irwandi Yusuf, KPK Endus Ada Dugaan Pemberian Fee Proyek Dibiayai Otonomi Khusus

Admin
Kamis, 05 Juli 2018 - 11:04
kali dibaca
Gubernur Aceh Irwandi Yusuf. Foto: Kompas.id
Mediaapakabar.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah resmi menetapkan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf sebagai tersangka kasus dugaan suap. Penetapan tersangka tersebut adalah hasil dari operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa, 3 Juli 2018.

"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan serta menetapkan tersangka empat orang. Salah satunya Gubernur Aceh IY," kata Wakil Ketua KPK, Basaria Pandjaitan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu, 4 Juli 2018

Basaria mengatakan jika Irwandi Yusuf sebagai salah satu pihak penyelenggara negara yang menerima suap dari pihak swasta bernama Hendri Yuzal dan Syaiful Bahri.

Namun, terkait dengan Bupati Kabupaten Bener Meriah Ahmadi yang berhubungan dengan Irwandi Yusuf, kata Basaria, kasus ini belum masuk ke tahap ekspose. Maka pihaknya harus menunggu selama 1 x 24 jam.

"Sekarang kita fokus ke perkara pertama," ujar Basaria.

Basaria menambahkan kalau perkara Irwandi dianggap telah menerima suap terkait pembahasan anggaran dana otonomi khusus (otsus) dalam penganggaran antara provinsi dan kabupaten untuk tahun anggaran 2018.

"Diduga pemberian oleh Bupati Bener Meriah kepada Gubernur Aceh sebesar Rp 500 juta bagian dari Rp 1,5 miliar yang diminta Gubernur Aceh terkait fee ijon proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) pada Provinsi Aceh Tahun Anggaran 2018," kata Basaria seperti yang dilansir Kriminologi.id.

Menurut Basaria, pihaknya telah mengendus adanya pemberian commitment fee sebesar 8 persen. Besaran prosentasi ini menjadi bagian untuk pejabat di Pemerintah Aceh untuk setiap proyek yang dibiayai dari dana DOKA.

"Pemberian kepada Gubernur dilakukan melalui orang-orang dekat Gubernur Aceh dan Bupati Bener Meriah yang bertindak sebagai perantara," ujar Basaria melanjutkan.

Pada giat OTT tersebut total uang sebagai barang bukti yang diduga terkait tindak pidana, yaitu uang rupiah sebesar Rp 50 juta.

Uang tersebut dalam bentuk pecahan seratus ribu rupiah. Selain itu, juga petugas juga mengamankan bukti transaksi perbankan dari Bank Centra Asia, Bank Mandiri, serta catatan proyek.

Uang tersebut merupakan penggelontoran dari Dana Otonomi Khusus Aceh TA 2018 dengan total Rp 8,03 triliun. Pemberian dana otsus ini tertuang dalam UU Nomor 15 Tahun 2017 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2018.

"Seharusnya manfaat dana tersebut dirasakan oleh masyarakat Aceh dalam bentuk bangunan infrastruktur seperti jalan, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, pendanaan pendidikan, sosial dan kesehatan," tutur Basaria.

Atas tindakan ini, KPK akhirnya menjerat Irwandi, Hendri, dan Syaiful sebagai penerima suap dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Dalam konfrensi pers tersebut KPK juga menilai jika dana otsus tersebut juga mengalir ke Bupati Bener Meriah Ahmadi.

Sebagai pemberi suap, Ahmadi terjerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tidak pidana korupsi. (AS)
Share:
Komentar

Berita Terkini