6 Cawapres Jokowi Mengerucut Insial M, Berikut Tanggapan Jusuf Kalla

Admin
Senin, 16 Juli 2018 - 09:44
kali dibaca
Wapres Jusuf Kalla
Mediaapakabar.com - Pendaftaran Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) periode 2019-2024 dilaksanakan pada 4-10 Agustus 2018. Itu berdasarkan ketentuan Pasal 167 ayat (8) Undang-Undang Nomor: 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menyusun Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor: 7 Tahun 2017 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum 2019.

Meski waktu yang ditentukan sudah tak sampai sebulan lagi, sampai saat ini belum ada satu pasangan calon pun yang mendeklarasikan diri untuk berpasangan.

Bahkan, Presiden Joko Widodo yang notabene adalah seorang incumbent belum memutuskan siapa yang akan menjadi pendampingnya untuk lima tahun ke depan.

Memang sejauh ini partai-partai politik sudah menentukan arah dukungannya. Jokowi didukung PDI Perjuangan, Golkar, Nasdem, Hanura, PPP, PKB, Perindo, PKPI, dan Partai Solidaritas Indonesia.

Rencananya seluruh parpol pendukung Jokowi akan melangsungkan pertemuan dalam waktu dekat guna membahas calon wakil presiden.

Sedangkan partai lain, masih belum menentukan sikap siapa yang bakal diusung menjadi capres maupun cawapres sebagai lawan Jokowi.

Nah, mengenai siapa yang bakal menjadi pendamping Joko Widodo untuk periode kedua, Fajar Indonesia Network (FIN) berkesempatan untuk mewawancarai Wakil Presiden, Muhammad Jusuf Kalla (JK) di Instana Negara, Jum’at (13/7).

Sebab, belum lama ini beredar inisial M cawapres Jokowi di Pilpres 2019.  Tokohh inisial M yang dikenal dekat dengan Jokowi memang cukup banyak. Setidaknya ada 6 orang. Inisial M itu bisa saja mantan Ketua MK Mahfud MD, Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko atau bahkan Muhammad Jusuf Kalla (JK).

Selain ketiga nama tersebut, inisial M juga bisa merujuk ke nama Ketua Umum MUI Ma’ruf, Ketua Umum PPP Muhammad Romahurmuziy, dan Ketua PKB Muhaimin Iskandar

Berikut petikan wawancara antara Direktur Fajar Indonesia Network (FIN) bersama Jusuf Kalla:

Beberapa kali Pak JK membuat kejutan dalam keputusan politik. Contoh, seperti saat Pilkada DKI Jakarta yang ternyata Pak JK sendiri mendukung Anies Baswedan, apa mungkin ini terulang di Pilpres?

Pilkada DKI itu menyangkut kepentingan bangsa. Coba bayangkan kalau yang menang Ahok, akan terjadi kegaduhan yang terus-menerus. Membangun negeri ini butuh ketenangan, keamanan dan ketentraman. Karena itu, kepala daerahnya, apalagi untuk ibukota, harus yang bisa diterima oleh semua kalangan.

Sampai saat ini banyak pihak yang menunggu sikap politik Pak JK dalam Pilpres 2019 mendatang. Bahkan, ada yang membaca keberadaan Pak JK semobil dengan Pak Anies Baswedan. Apakah ini bisa dibilang sebagai sinyal politik?

Saya kalau kunjungan ke daerah kan selalu dengan kepala daerah. Kenapa hanya dengan Gubernur DKI Jakarta (Anies Baswedan, red) dikait-kaitkan dengan politik. Saya memang ingin ngetes, ternyata responnya ramai ya. Itu karena Jakarta provinsi nomor satu, ibukota negara.

Terkait Pilpres 2019, Pak Jokowi menyatakan bahwa Cawapresnya sudah mengerucut ke 5 orang nama. Kira-kira siapa saja Pak?

Wah, saya tidak tahu. Itu tanya Pak Jokowi yang tahu.

Soal siapa Cawapres Pak Jokowi, Ibu Mega sendiri sudah merestui inisial M, kira-kira siapa Pak? Apa itu bisa Muhamad Jusuf Kalla?

Bukan. Tidak. Karena menurut undang-undang, saya sudah tidak bisa maju lagi. Karena sudah dua kali periode.

Tapi kan undang-undang No 7/2007 sedang digugat Perindo ke Mahkamah Konstitusi (MK), bagaimana tanggapan bapak?

Kalau ada instansi atau parpol yang mengajukan gugatan, ya silahkan. Tapi saya tidak mau mengajukan gugatan.

Bagaimana jika gugatan Perindo dikabulkan MK, apakah Pak JK bersedia kembali dicalonkan mendampingi pak Jokowi?

Itu tergantung Pak Jokowi.

Bagaimana dengan Mahathir efek?

Ya, jadi dengan terpilihnya Mahathir ini, banyak orang yang merasa muda. Seperti Pak Amien (Rais, red) pun merasa muda lagi. Padahal, dulu ukuran tua itu umur 70 tahunan. Sekarang, umur 70 tahunan masih merasa muda.

Kalau begitu, apa ada kemungkinan Pak JK maju sebagai Capres?

Tidak. Karena saya ini, secara etika, tidak baik. Karena pemerintah yang sekarang ya Pemerintah Jokowi-JK. Itu kan satu paket. Jadi kalau ada yang mengkritisi pemerintah Jokowi itu berarti juga mengkritisi JK. Kelemahan di pemerintah Jokowi juga kelemahan JK. Jadi tidak etis lah.

Terkait Wacana Duet JK-AHY (Agus Harimurti Yudhoyono, Red), bagaimana tanggapan Bapak?

Oh itu tidak benar. Saya sudah klarifikasi. Kan tidak mungkin saya maju melawan Pak Jokowi.

Sementara itu, Wakil Sekjen PPP Achmad Baidowi menampik kabar soal cawapres yang sudah dikantongi Presiden Joko Widodo berinisial M. Dia yakin kabar tersebut tidak berasal dari Jokowi, tetap asumsi pihak yang sebatas menerka dari permukaan.

“Saya kira itu bukan dari Pak Jokowi. Ada seseorang yang mencoba meraba-raba dari yang selama ini dekat dengan Jokowi,” tutur Baidowi usai menghadiri diskusi di bilangan Cikini, Jakarta, Sabtu (14/7).

Lagipula, lanjut Baidowi, cenderung banyak tokoh berinisial M yang selama ini kerap berkomunikasi dengan Jokowi. Bisa saja M yang dimaksud itu Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin, Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko, dan Ketua Umum PPP Muhammad Rommahurmuziy.

Berikut 6 tokoh inisial M, siapa cawapres Jokowi?

1. Muhammad Jusuf Kalla (Wakil Presiden RI)
2. Mahfud MD (mantan Ketua MK)
3. Moeldoko (Kepala Kantor Staf Kepresidenan)
4. Ma’ruf Amin (Ketua MUI)
5. Muhammad Romahurmuziy (Ketua Umum PPP)
6. Muhaimin Iskandar (Ketua PKB)
Share:
Komentar

Berita Terkini