Peranan Tiga Pegawai Dishub Hingga Dijadikan Tersangka KM Sinar Bangun Tenggelam

Admin
Selasa, 26 Juni 2018 - 10:39
kali dibaca
Kapolda Sumut Irjen Paulus Waterpauw saat memaparkan empat tersangka penyebab KM Sinar Bangun tenggelam di Danau Toba, Senin (25/6/2018) . Foto: Tribun Medan
Mediaapakabar.com - Kepolisian telah menetapkan empat tersangka dalam kasus tenggelamnya Kapal Motor Sinar Bangun.

Kapolda Sumut Irjen Paulus Waterpaw, Senin (25/6/2018), mengatakan nakhoda sekaligus pemilik KM Sinar Bangun Poltak Soritua Sagala sebagai tersangka karena tidak memiliki izin berlayar dan secara sengaja membiarkan kapal melebihi kapasitas 45 penumpang.
Saat kejadian, Senin (18/6/2018), Kapal Motor Sinar Bangun  mengangkut 206 orang, penumpang plus anak buah kapal. 
Tersangka lainnya petugas otoritas Dinas Perhubungan Kabupaten Samosir.
Mereka adalah, petugas honorer yang merupakan anggota Pos Pelabuhan Simanindo, Karnilan Sitanggang.
Ia menjadi tersangka mengingat tugasnya mengatur masuknya penumpang dan mengawasi kegiatan dan pelayaran kapal.
"Harusnya dia melarang kapal muatan berlebih dan melarang berlayar jika tidak layak. Selain itu, juga sudah ada warning (peringatan) cuaca buruk dari BMKG, tapi faktanya yang bersangkutan tidak menjalani tugasnya secara benar," kata Irjen Pol Paulus melansir Tribun Medan.
Tersangka ketiga, Kepala Pos Pelabuhan Simanindo Golpa F Putra, dianggap meninggalkan tugasnya namun tetap mengutip retribusi.
Tersangka lainnya Kepala Bidang Angkutan Sungai dan Danau Perairan (ASDP) Kabupaten Samosir, Rihad Sitanggang, dinilai gagal mengawasi kegiatan pelabuhan di Samosir, padahal merupakan tanggungjawabnya.
Dalam kenyataanya dia, antara lain, masih membiarkan kapal tradisional membawa kendaraan roda dua, yang dilarang, serta membiarkan kapal kelebihan kapasitas maupun berlayar tanpa surat izin.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Sumut, Kombes Pol Andi Rian, menjelaskan keempat tersangka, jika terbukti bersalah, akan terancam hukuman penjara maksimal 10 tahun dan denda sebesar Rp1,5 miliar.
"Akan ada penambahan tersangka lain. Tetapi kembali kita akan lakukan gelar perkara dulu dengan menghadirkan bukti-bukti melalui keterangan tersangka," tambahnya.
KM Sinar Bangun tenggelam Senin (18/6/2018) sore mengakibatkan ratusan orang hilang.
Basarnas merevisi jumlah korban dalam kejadian ini, menjadi 188 dari semula 206.
Ketua tim pencarian, Budiawan mengungkapkan berdasarkan hasil verifikasi sebanyak 24 korban KM Sinar Bangun telah ditemukan.
Ada pun dari 24 tersebut, 21 dalam keadaan selamat dan 3 meninggal dunia. Sementara, 164 korban masih dalam pencarian.
"Data korban ditemukan 24 orang termasuk ABK (anak buah kapal). Tiga meninggal dunia. Sementara, hasil koordinasi 164 masih hilang," ujarnya saat memberikan rilis di depan Posko Basarnas di Dermaga Tigaras, Kabupaten Simalungun.
Pengurangan daftar korban hilang yang sebelumnya 184 menjadi 164, Budiawan yang juga Kepala Basarnas Medan mengatakan banyak data yang ganda yang dilapor di Samosir dan Simalungun.
"Kesepakatan hasil verifikasi ada nama yang ganda, yang lapor di samosir dan lapor kembali di simalungun. Ada juga yang selamat tapi tidak melapor. Maka kita lakukan veeifikasi maka dapat 164,"tambahnya.
Pencarian korban hingga hari kedelapan, Senin (25/6/2018), tim Basarnas belum berhasil mengangkat badan kapal yang diduga memerangkap jasad korban.
Kepala Polri Jenderal Pol Tito Karnavian di Jakarta menyatakan, ketiga tersangka oknum Dinas Perhubungan tersebut dianggap bertanggung jawab terkait kelaikan operasional, pemeriksaan Surat Ijin Berlayar, manifes penumpang, hingga jaket pelampung (life jacket). Semua kelengkapan operasional kapal tersebut tidak terlaksana.
Tito menuturkan, terkait kasus tenggelamnya KM Sinar Bangun, pihaknya melakukan penyidikan agar kasus serupa tak terulang lagi di masa mendatang. Kesalahan, tutur dia, bukan murni kesalahan nakhoda dan pemilik kapal semata.
"Kita lihat ini masalah bukan kesalahan murni nakhoda dan pemilik kapal, tapi manajemen juga," ungkap Tito.
Menurut dia, dalam kasus KM Sinar Bangun terlihat ada beberapa hal yang tidak sesuai regulasi. Ada pelanggaran Pasal 360 KUHP terkait tak adanya manifes dan surat-surat ijin.
"Bisa langgar KUHP Pasal 30 karena lalai yang mengakibatkan orang meninggal dunia," sebut Tito.
Selain itu, ada pula pelanggaran undang-undang tentang pelayaran. Dalam pasal 302 dan 303 UU tersebut, diatur mengenai pemenuhan kelayakan dan keselamatan kapal. (AS)
Share:
Komentar

Berita Terkini